KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya makalah ini telah terselesaikan. Topik yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah mengenai Sejarah
Perkembangan Ejaan di Indonesia. Kalau
kita melihat perkembangan bahasa Indonesia sejak dulu sampai sekarang, tidak
terlepas dari perkembangan ejaannya. Kita ketahui bahwa beberapa ratus tahun yang lalu bahasa Indonesia belum
disebut bahasa Indonesia, tetapi bahasa Melayu.
Kita masih ingat pada masa kerajaan Sriwijaya, Ada beberapa
prasasti yang bertuliskan bahasa Melayu Kuno dengan memakai huruf Pallawa
(India) yang banyak dipengaruhi bahasa Sanskerta, seperti juga halnya bahasa Jawa Kuno. Jadi bahasa
pada waktu itu belum menggunakan huruf Latin. Bahasa Melayu Kuno ini kemudian
berkembang pada berbagai tempat di Indonesia, terutama pada masa Hindu dan masa
awal kedatangan Islam (abad ke-13). Pedagang-pedagang Melayu yang berkeliling
di Indonesia memakai bahasa Melayu sebagai lingua
franca , yakni bahasa komunikasi dalam perdagangan, pengajaran agama, serta
hubungan antarnegara dalam bidang ekonomi dan politik. Untuk
memahami lebih lanjut tentang sejarah ejaan di Indonesia akan dibahas pada
makalah ini
Adapun makalah ini
dibuat untuk tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bila dalam
proses dan isi serta penyusunannya dalam makalah ini banyak sekali
kekurangannya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran guna perbaikan yang lebih baik pada pembuatan makalah
berikutnya.
Medan, Februari 2013
Medan, Februari 2013
Penulis,
Kelompok I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
..................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................... 2
1.3 TUJUAN ............................................................................. 2
1.4 MANFAAT PENULISAN................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN......................................................................... 3
2.1 Perubahan-perubahan Ejaan yang Ada Di
Indonesia ......... 3
2.1.1
Ejaan Van Ophuijsen 1901 ........................................ 4
2.1.2 Ejaan soewandi 1947 ................................................. 4
2.1.3 Ejaan Pembaharuan 1957 ........................................... 5
2.1.4 Ejaan Melindo ............................................................ 5
2.1.5
Ejaan LBK ................................................................. 5
2.1.6
Ejaan yang Disempurnakan ........................................ 5
2.2 Faktor – faktor Penyebab Perubahan Ejaan ........................ 7
2.3 Pengaruh Penggunaan EyD bagi Masyarakat
Indonesia ..... 8
BAB III. PENUTUP .................................................................................. 12
3.1
KESIMPULAN .................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Ejaan adalah penggambaran bunyi
bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandarisasikan. Lazimnya, ejaan
mempunyai tiga aspek yaitu: aspek yang fonologis menyangkut penggambaran fonem
dengan huruf dan penyusunan abjad, aspek mortopologi yang menyangkut
penggambaran susunan-susunan morfemis dan aspek sintaksis yang menyangkut
penanda ujaran tanda baca (Badudu,1984:7).
Keraf(1988:51) ,mengatakan bahwa
ejaan ialah keseluruhan peraturan
bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana
interaksi antara lambang-lambang (pemisahannya, penggabungannya) dalam
suatu bahasa.
Adapun menurut KBBI (1993:250) ejaan
ialah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan
sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa ejaan adalah seperangkat
kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda
baca.
Tanpa disadari dalam kehidupan
sehari-hari kita menggunakan kata-kata yang salah atau tidak sesuai dengan
ejaan dalam bahasa Indonesia. Salah satu atau dua ejaan kata dalam tulisan kita
mungkin sah-sah saja bagi umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa Indonesia.
Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat
suatu karya tulis ilmiah.
Kita menyadari bahwa sistem EyD masih ada rumpangnya dalam beberapa hal, seperti
penulisan kata majemuk, huruf kapital, dan tanda-tanda baca. Oleh karena itu,
wajarlah jika kemudian dirasakan kekurangannya di sana-sini karena perjalanan
hidup ejaan sejak tahun 1972, yaitu ejaan baku yang digunakan saat ini
adalah ejaan bahasa Indonesia yang mengalami perubahan dari masa ke masa
dimulai dari Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan
Melindo, ejaan LBK, hingga Ejaan yang Disempurnakan.
Kita perlu memerhatikan bagaimana
ejaan itu dimasyarakatkan sampai ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.Terlihat
nanti bahwa perubahan sistem ejaan itu melalui jalan yang liku-liku.
1.2. RUMUSAN MASALAH
- Mengapa ejaan yang digunakan di Indonesia perlu mengalami perubahan-perubahan hingga ditetapkannya Ejaan yang Disempurnakan?
- Apa pengaruh Ejaan yang Disempurnakan bagi masyarakat Indonesia?
1.3.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Mahasiswa
dapat menelusuri sejarah perkembangan ejaan di Indonesia.
2.
Untuk
menjelaskan alasan perubahan ejaan hingga ditetapkannya EyD.
3.
Menjelaskan
pengaruh Ejaan yang Disempurnakan bagi masyarakat Indonesia.
1.4 MANFAAT PENULISAN
- Mengembangkan kemampuan, menjelaskan sejarah yang berperan dalam perkembangan tata bahasa Indonesia.
- Meningkatkan kecerdasan berbahasa secara konsisten dan berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.
Perubahan-Perubahan Ejaan yang Ada di Indonesia
Ejaan baku yang digunakan saat
ini adalah ejaan bahasa Indonesia yang mengalami perubahan dari masa ke masa
dimulai dari Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan
Melindo, ejaan LBK, hingga Ejaan yang Disempurnakan.
Berikut ini penjelasan lebih rinci mengenai
perubahan-perubahan ejaan yang ada di Indonesia.
2.1.1 Ejaan Van Ophuijsen 1901
Penulisan Ejaan yang Disempurnakan
pada masa ke masa mengalami perubahan yang dimulai dari ejaan Van Ophuijsen
yang terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I, tahun 1983, di Solo.
Ejaan Van Ophuijsen berlaku tahun 1901-1947. Ejaan Van Ophuijsen ini merupakan
ejaan yang pertama kali berlaku dalam bahasa Indonesia yang ketika itu masih bernama bahasa
Melayu.
Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Van Ophuijsen
adalah sebagai berikut:
1. Huruf
J dipakai untuk menuliskan kata-kata, seperti jang, sajang, pajak
2. Huruf
OE dipakai untuk menuliskan kata-kata, seperti goeroe, itoe, dan oemoer.
3. Tanda diakritik, yaitu koma, ain, dan tanda trema, dipakai untuk menulis kata-kata seperti
ma’moer,’akal,ta’, pa’, dinamai’.
3. Tanda diakritik, yaitu koma, ain, dan tanda trema, dipakai untuk menulis kata-kata seperti
ma’moer,’akal,ta’, pa’, dinamai’.
2.1.2
Ejaan soewandi 1947
Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi berlaku tahun 1947-1972. Setelah perubahan ejaan yang
ini yang dikenal dengan Ejaan Soewandi, muncullah reaksi setelah
pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide yang muncul dalam Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan (1954).
Waktu itu pejabat Menteri Pendidikan dan Kebudajaan
adalah Mr. Muh.Yamin yang memutuskan :
1. Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan
satu fonem dengan satu huruf
2. Penetapan hendaknya dilakukan oleh
suatu badan yang kompeten
3. Ejaan itu hendaknya praktis tetapi
ilmiah.
Pada
tanggal 19 Maret 1947 Ejaan Soewandi diresmikan menggantikan Ejaan Van
Ophuijsen. Ejaan baru itu diberi julukan oleh masyarakat sebagai Ejaan
Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu
adalah sebagai berikut:
a.
Huruf oe diganti dengan u,
seperti pada guru, itu, umur.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak
ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak,
pak, maklum, rakjat.
c.
Kata ulang boleh ditulis dengan
angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
Van Ophuijsen 1901
|
Soewandi 1947
|
Boekoe
|
Buku
|
Ma’lum
|
Maklum
|
‘adil
|
Adil
|
Pende’
|
Pendek
|
2.1.3
Ejaan Pembaharuan 1957
Perubahan selanjutnya ialah Ejaan
Pembaruan oleh Prijono sebagai Dekan Fakultas Universitas Indonesia yang
menonjolkan beberapa huruf baru. Kemudian pada Kongres II di Singapura
dicetuskan suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di
semenanjung Melayu dengan bahasa Indonesia di Indonesia.
Perubahan ejaan ini melakukan
perubahan penting pada huruf <e> dengan pemberian tanda aksen aigu, bunyi
<ng>, <tj>, <nj>, <dj> diganti dengan lambang <ƞ>, <tj>, <ń>, dan <j>, huruf <j
diganti dengan <y>, vocal rangkap /ai/, /au/,/dan /oi/.
2.1.4
Ejaan Melindo 1959
Ejaan Melindo yang merupakan
pendekatan dari ejaan melayu di Indonesia merupakan konsep ejaan bersama antara
Indonesia dengan melayu menghasilkan konsep ejaan tersebut. Perkembangan
politik selama bertahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
Perkembangan selanjutnya ialah
disetujuinya Perjanjian Persekutuan Tanah
Melayu dan Republik Indonesia
yang menghasilkan konsep Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia). Konsep
ini telah memunculkan huruf-huruf baru. Munculnya huruf baru ini menjadi suatu
kendala karena pada huruf baru ini tidak ditemukannya dalam mesin tik (kecuali
c dan j), sehingga huruf tersebut tidak jadi dipakai atau diciptakanya.
2.1.5
Ejaan LBK 1966
Ketidaksetujuan atas konsep Melindo, maka muncullah konsep baru yaitu, konsep
LBK. Konsep ini sama sekali tidak menggunakan huruf-huruf baru, dan konsepnya
akan menyusun ejaan yang standar semakin penting. Penyusunan ini dituliskan
dalam seminar sastra 1968 dengan konsep ejaan baru. Konsep tersebut dinamakan
Ejaan Lembaga dan Kesusastraan (LBK).
2.1.6
Ejaan yang Disempurnakan 1972
Ejaan yang Disempurnakan
(EyD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan
ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia
meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan
Putusan Presiden No.57 Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Penuntun itu perlu dilengkapi,
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah
itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah. Sejak saat itulah konsep ini diberi nama Ejaan
yang Disempurnakan. Jika dianalogkan dengan Ejaan Van Ophuijsen dan Ejaan
Soewandi, Ejaan yang Disempurnakan dapat disebut sebagai Ejaan Mashuri karena
Mashurilah yang dengan sepenuh tenaga sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan,
memperjuangkan sampai diresmikan oleh presiden.
Perbedaan-perbedaan
antara EyD dan ejaan sebelumnya adalah:
1.
'tj' menjadi 'c' : tjutji
→ cuci
2.
'dj' menjadi 'j' : djarak
→ jarak
3.
'j' menjadi 'y' : sajang
→ sayang
4.
'nj' menjadi 'ny' : njamuk
→ nyamuk
5.
'sj' menjadi 'sy' : sjarat
→ syarat
6.
'ch' menjadi 'kh' : achir
→ akhir
7.
awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata
depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya
dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan, ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya.
8.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EyD, "oe" sudah tidak
digunakan.
2.2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan
Ejaan
Ejaan digunakan dalam bahasa tulis.
Di dalamnya berisi kaidah yang mengatur:
1. Bagaimana menggambarkan
lambang-lambang bunyi ujaran
2. Bagaimana menggambarkan hubungan antara
lambang-lambang itu, baik pemisahan atau penggabungan
dalam suatu bahasa.
Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan kalimat, dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi. Seperti yang telah dijelaskan di pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai sistem ejaan di antaranya Ejaan Van opuijsen (1901), Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo (1972), Ejaan LBK (1966), dan Ejaan yang Disempurnakan (1972).
Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan kalimat, dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi. Seperti yang telah dijelaskan di pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai sistem ejaan di antaranya Ejaan Van opuijsen (1901), Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo (1972), Ejaan LBK (1966), dan Ejaan yang Disempurnakan (1972).
Perubahan itu disebabkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. pertimbangan
teknis yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu huruf.
2. pertimbangan praktis yang menghendaki agar disesuaikan
dengan keperluan seperti mesin tulis atau
keadaan percetakan
keadaan percetakan
3. pertimbangan
ilmiah yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi yang mendalam
tentang kenyataan linguistik maupun sosial yang berlaku.
tentang kenyataan linguistik maupun sosial yang berlaku.
4. pertimbangan
konotatif yang menghendaki bagaimana bunyi itu menunjukkan perbedaan makna.
5. pertimbangan
politis karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena pemerintah pada
waktu
itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah, serta
itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah, serta
6. anyaknya
elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.
Dari beberapa proses perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Van Ophuijsen ke Ejaan yang Disempurnakan, dapat disimpulkan:
1.
Pertama
pada Ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini perlu diubah karena masih kurang praktis
pada penggunaan bahasa. Bahasa pada Van Ophuijsen masih menggunakan nama bahasa
Melayu. Selain itu, penggunaan tanda diakritik masih menimbulkan kesulitan bagi
pemakainya.
2.
Kedua
pada Ejaan Soewandi masih melakukan pengubahan pada tanda diakritik atau bahkan
dihilangkan, akan tetapi, ada lambang hamzah yang diganti dengan huruf
<k>. Ejaan Soewandi ternyata masih kurang praktis karena belum ada
penggantian bunyi pada huruf-huruf koma wasla dan koma ain pada kata-kata yang
berbunyi sentak.
3. Ejaan berikutnya adalah Ejaan
Pembaharuan yang diubah karena kekurangannya pada penggunaan huruf-huruf
baru.
4. Kemudian
muncullah Ejaan Melindo, yang ternyata sama halnya pada ejaan pembaharuan yang
masih menggunakan huruf baru. Namun huruf baru yang digunakan ini terdapat
beberapa huruf yang tidak dapat dituliskan pada mesin tik.
5. Sehingga
pada Ejaan LBK muncullah konsep baru dengan menghilangkan tanda-tanda diakritik
agar huruf dapat ditulis dan diketik dengan mudah.
Dari beberapa sebab pengubahan ejaan
di atas yang diciptakan melalui berbagai pertemuan, perjanjian,
kongres-kongres, maupun dalam seminar, tidak memunculkan konsep yang praktis
jadi salah satu tujuan pengubahan ini, agar masyrakat Indonesia dapat bersatu.
Maksudnya dengan Ejaan yang Disempurnakan dapat mempersatukan sekelompok orang
menjadi satu masyarakat bahasa.Yang kedua, pemberi kekhasan agar dapat menjadi
pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya. Ketiga, pembawa kewibawaan
yang dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya.
2.3. Pengaruh
Penggunaan EyD Bagi Masyarakat Indonesia
Semenjak
menjadi Ejaan yang
Disempurnakan (EyD) Bahasa
Indonesia semakin memperkaya khasanah khas yang dimiliki. Perkembangannya dimulai dari Ejaan Van
Ophuijsen (1901) menjadikan bentuk ejaan yang khas seperti jang, sajang, pajah, goeroe,
oemar, itoe, ma’mur (ada tanda diakritik). Bergulirnya waktu 46 tahun
kemudian Ejaan Soewandi atau masyarakat waktu itu lebih mengenalnya dengan nama
Ejaan Republik menggantikan ejaan sebelumnya. Penyempurnaan dilakukan terhadap
ejaan sebelumnya dengan mengganti ejaan oe
dengan u seperti goeroe menjadi guru, itu,
umur. Pada kata dengan diakritik (tanda:’) diganti dengan huruf k seperti pada ma’mur menjadi makmur.
Semakin
berkembangnya penggunaan bahasa Indonesia saat itu dan bukan hanya Indonesia
namun bangsa melayu juga mulai mengadakan kerjasama. Dari kerjasama tersebut
pada akhir 1959 sidang pemutusan
Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan
konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya
mengurungkan peresmian Ejaan Melindo.
Perkembangan
bahasa Indonesia semakin pesat seiring perkembangan karya sastra dan
revolusinya menjadi angkatan-angkatan sastra makin memperkaya bahasa Indonesia.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian
Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden
No. 57 Tahun 1972.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
sebagai patokan pemakaian ejaan itu. Kemudian makin dilengkapi melalui Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang
dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal
12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah
ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bahasa
Indonesia dengan Ejaan Yang Disempurnakan sampai saat ini.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang
unik, Bahasa yang memiliki ciri khas dan identitas. Untuk itu secara
bersama-sama kita harus bersama-sama membangun kembali bahasa Indonesia yang
berciri khas dan beridentitas guna membangun karakter bangsa yang benar-benar
menunjukkan kita sebagai sebuah bangsa beradab dan memiliki nilai-nilai yang
luhur. Adapun faktor-faktor yang akan membuat kita menjadi bangsa yang
berkarakter melalui penggunaan bahasa adalah dengan cara menanamkan sikap
positif berbahasa. Sikap positif berbahasa itu perlu dilakukan agar kita
memiliki cerminan karakter bangsa melalui bahasa. Dengan sikap positif
berbahasa karakter bangsa yang berbudi luhurpun akan terbentuk.
Di samping sebagai bahasa negara dan
bahasa resmi. Hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan
satu-satunya alat yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan
nasional sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan
identitas sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa
Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya
nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya
sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional.
Penyebarluasan iptek dan
pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks
serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk
masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian,
masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa
asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek.
Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa
Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan
menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Dari simpulan di atas, beberapa
pengaruh EyD terhadap masyrakat Indonesia ialah terbentuknya kekhasan dan
keunikan bahasa Indonesia yang mencerminkan jati diri bangsa. Bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Bahasa
mandiri dan bangsa yang mandiri serta berbeda dengan bahasa asing
1) Bahasa
Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis kelamin.
Bila kita ingin menyatakan jenis kelamin, cukup diberikan kata keterangan jenis
kelamin.
2) Bahasa
Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk menunjukkan jamak. bahasa Indonesia
tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak. Sistem ini pulalah
yang membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya, misalnya bahasa
Inggris, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa lain.
3) Bahasa
Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan waktu. Kaidah
pokok inilah yang juga membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya.
Dalam bahasa Inggris,misalnya, kita temukan bentuk kata eat (untuk menyatakan sekarang), eating (untuk menyatakan sedang), dan eaten (untuk menyatakan waktu lampau).
BAB III
PENUTUP
Bahasa Indonesia pernah merumuskan
berbagai system ejaan diantaranya Ejaan Van Opuijsen (1901), Ejaan Soewandi
(1947), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo (1972), Ejaan LBK (1966), dan
Ejaan yang Disempurnakan (1972). Perubahan itu disebabkan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut:
1.
pertimbangan
teknis yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu huruf.
2.
pertimbangan
praktis yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti mesin tulis
atau keadaan percetakan
3.
pertimbangan
ilmiah yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi yang mendalam
tentang kenyataan linguistik maupun sosial yang berlaku.
4.
pertimbangan
konotatif yang menghendaki bagaimana bunyi itu menunjukkan perbedaan makna.
5.
Pertimbangan
politis karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena pemerintah pada
waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah, serta
6.
banyaknya
elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.
Pengaruh EyD terhadap Masyrakat
Indonesia ialah terbentuknya kekhasan dan keunikan bahasa Indonesia yang
mencerminkan jati diri bangsa, Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial
budaya yang mendasari rasa kebangsaan, Bahasa mandiri dan Bangsa yang mandiri
serta berbeda dengan bahasa asing
1) Bahasa
Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis kelamin.
Bila kita ingin menyatakan jenis kelamin, cukup diberikan kata keterangan jenis
kelamin
2) Bahasa
Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk menunjukkan jamak. bahasa Indonesia
tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak. Sistem ini pulalah
yang membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya, misalnya bahasa
Inggris, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa lain.
3) Bahasa
Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan waktu. Kaidah
pokok inilah yang juga membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya.
Bahasa Inggris,misalnya, kita temukan bentuk kata eat (untuk menyatakan sekarang), eating (untuk menyatakan sedang), dan eaten (untuk menyatakan waktu lampau).
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim,Munira.2011.Sejarah Pengkajian Bahasa Indonesia.Makassar:Universitas
Hasanuddin.
Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan
Gaya Bahasa. Jakara: Gramedia.
Satata,Sri dkk.2012.Bahasa
Indonesia.Jakarta:Mitra Wacana Media.
Sugiarto,Eko.2012.Master
EyD.Yogyakarta:Khitan Publishing.
Susanti,Ratna.2012.EyD
Terbaru.Klaten:CV Sahabat.
Wijaya,Laksmi.2012.EyD Peribahasa
Majas.Depok:Pustaka Makmur.
http://evaeempuy.blogspot.com/2011/02/karya-ilmiah_28.html
http://fitrilia.blogspot.com/2012/01/makalah.html
0 comments:
Post a Comment