KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayah-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Diksi (Pilihan Kata)”.
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis berharap makalah ini menambah wawasan
serta dapat membantu dalam mencapai tingkat pemahaman materi mata kuliah bahasa
Indonesia khususnya tentang Diksi (Pilihan Kata). Penulis tidak lupa juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Ibu Muharrina
Harahap selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis sehingga penulis
bisa mengikuti dan menyelesaikan makalah ini dengan baik;
2.
orang tua yang
telah menyemangati penulis;
3.
teman-teman
seperjuangan yang selalu menjadi tempat pertukaran pikiran di antara kami.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna, karena keterbatasan
sarana buku-buku serta sumber dari media lain yang bisa mendukung terciptanya
makalah ini, maka dari itu penulis berharap kepada pembaca agar kiranya dapat
member kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan ke depannya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Terimakasih.
Medan, April 2013
Penulis,
Kelompok IV
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar
Belakang
Bahasa
terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan
kalimat. Kata merupakan tataran terendah dan kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika kita menulis, kata
merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah
kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan
seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan
untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Kata
sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan
tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang
benar.
Menulis
merupakan kegiatan yang mampu menghasilkan ide-ide dalam bentuk tulisan secara
terus-menerus dan teratur
(produktif) serta mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, perasaan
(ekspresif). Oleh karena itu, ketrampilan menulis/mengarang membutuhkan
grafologi, struktur bahasa, dan
kosakata. Salah satu unsur penting dalam mengarang adalah penguasaan kosa kata.
Kosa kata merupakan bagian dari diksi. Ketepatan diksi dalam suatu karangan
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti akan
menimbulkan ketidakjelasan makna.
Diksi dapat
diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan “cerita” mereka.
Diksi bukan hanya berarti pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan
untuk menyatakan gagasan / menceritakan suatu peristiwa tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun
perumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
- apa pengertian diksi atau pilihan kata dalam bahasa Indonesia ?
- apa saja yang menjadi persyaratan diksi ?
- bagaimana pembentukan kata atau istilah ?
- apa perbedaan kata ilmiah, kata populer, kata jargon, dan slang ?
I.3 Tujuan
Penulisan
makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.
agar mahasiswa mengetahui arti diksi atau pilihan kata
dalam bahasa Indonesia;
2.
agar mahasiswa mampumenghasilkan tulisan yang indah dan enak dibaca, sehingga makna
dengan tepat pada setiap pilihan kata yang ingin disampaikan;
3.
agar
mahasiswa dapat mengetahui pilihan kata yang baik dalam pengolahan kata;
- agar mahasiswa menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif, dan mudah dimengerti;
5. agar mahasiswa mengetahui ketepatan dalam
pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar
Belakang
Bahasa
terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan
kalimat. Kata merupakan tataran terendah dan kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika kita menulis, kata
merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah
kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan
seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan
untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Kata
sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang. Akan
tetapi, kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang
benar.
Menulis
merupakan kegiatan yang mampu menghasilkan ide-ide dalam bentuk tulisan secara
terus-menerus dan teratur
(produktif) serta mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, perasaan
(ekspresif). Oleh karena itu, ketrampilan menulis/mengarang membutuhkan
grafologi, struktur bahasa, dan
kosakata. Salah satu unsur penting dalam mengarang adalah penguasaan kosa kata.
Kosa kata merupakan bagian dari diksi. Ketepatan diksi dalam suatu karangan
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti akan
menimbulkan ketidakjelasan makna.
Diksi dapat
diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan “cerita” mereka.
Diksi bukan hanya berarti pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan
untuk menyatakan gagasan / menceritakan suatu peristiwa tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun
perumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
- apa pengertian diksi atau pilihan kata dalam bahasa Indonesia ?
- apa saja yang menjadi persyaratan diksi ?
- bagaimana pembentukan kata atau istilah ?
- apa perbedaan kata ilmiah, kata populer, kata jargon, dan slang ?
I.3 Tujuan
Penulisan
makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.
agar mahasiswa mengetahui arti diksi atau pilihan kata
dalam bahasa Indonesia;
2.
agar mahasiswa mampumenghasilkan tulisan yang indah dan enak dibaca, sehingga makna
dengan tepat pada setiap pilihan kata yang ingin disampaikan;
3.
agar
mahasiswa dapat mengetahui pilihan kata yang baik dalam pengolahan kata;
- agar mahasiswa menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif, dan mudah dimengerti;
5. agar mahasiswa mengetahui ketepatan dalam
pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Diksi
Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk
menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata
melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi
juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Ada beberapa pengertian
diksi. Pertama, pilihan kata atau
diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang akan dipakai untuk menyampaikan
suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata atau menggunakan
ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam
suatu situasi. Kedua, pilihan kata
atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari
gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh suatu kelompok
masyarakat pendengar/penerima. Ketiga,
pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah
besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu (Keraf, 2008).
Harimurti (1984) pada buku Kamus Linguistik, menyatakan bahwa diksi
adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam
berbicara didalam umum atau dalam karang-mengarang.
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka
diksi yang baik harus memenuhi syarat berikut ini.
·
Ketepatan
pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
·
Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan
untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang
ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan
situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
·
Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu
memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif, dan
mudah dimengerti.
Contoh
Paragraf :
·
Hari ini aku pergi ke pantai bersama dengan
teman-temanku. Udara di sana sangat sejuk. Kami bermain bola air sampai tak
terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
·
Liburan kali ini Aku dan teman-teman berencana
untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai
di sana kami sudah disambut oleh semilir angin yang tak henti-hentinya bertiup.
Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah untuk menyambut
kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari di sana, kami pulang
dengan hati senang.
Kedua
paragraf di atas punya makna yang sama. Tapi dalam pemilihan diksi pada contoh
paragraf kedua menjadi enak dibaca, tidak membosankan bagi pembacanya.
2.2 Persyaratan Diksi
Untuk itu persyaratan ketepatan dan
kesesuaian dalam pemilihan kata, perlu diperhatikan.
a. Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Kelompok
Kata/Frase
Pilihan kata/ diksi yang sesuai dengan kaidah kelompok kata/frase, seharusnya
pilihan kata/ diksi yang tepat, seksama, lazim, dan benar.
1.
Tepat
Pengertian tepat adalah pemilihan kata dengan
menempatkannya pada kelompoknya. Unsur tepat
ini memungkinkan pembentukan kelompok baru.
Contoh :
Makna kata lihat
dengan kata pandang biasanya
bersinonim, tetapi kelompok kata pandangan
mata tidak dapat digantikan dengan lihatan mata. Kelompok kata pandangan mata memang tepat susunannyasedangkan
kelompok kata lihatan mata tidak
tepat susunannya. Jadi, walau
kedua kata itu bersinonim, tetapi tidak dapat saling menggantikan. Dengan kata
lain, kedua kata itu mempunyai pasangan tertentu/ khusus yang menimbulkan
pengertian yang
tepat.
2.
Seksama
Pengertian seksama adalah makna kata harus benar
dan sesuai dengan apa yang hendak disampaikan. Unsur seksama lebih ditekankan pada unsur kelompok katanya.
Contoh :
kata besar,
agung, akbar, raya, dan tinggi termasuk kata-kata yang bersinonim. Kita
biasanya mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah
mengatakannya hari agung, hari akbar, ataupun hari tinggi.
Sinonim kata, terutama sangat dibutuhkan oleh
orang yang sering mengarang. Sinonim dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal
berikut ini :
1)
pengaruh
bahasa daerah
contoh
:
kata
harimau yang diberi sinonim dengan
kata macan; kata auditoriumyang bersinonim dengan kata pendopo
2)
perbedaan dialek regional
contoh
:
kata
handuk yang bersinonim dengan kata tuala; kata selop yang bersinonim dengan kata seliper
3)
pengaruh
bahasa asing
contoh
:
kata
kolosal bersinonim dengan kata besar; kata realita yang bersinonim dengan kata kenyataan
4)
perbedaan
dialek sosial
contoh
:
kata
istri bersinonim dengan kata bini, kata mati bersinonim dengan kata wafat
5)
perbedaan
ragam bahasa
contoh
:
kata
asisten bersinonim dengan kata pembantu; kata tengah bersinonim dengan kata madya
6)
perbedaan
dialek temporal
contoh
:
kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan; kata peri bersinonim dengan kata hantu.
Homonim ialah kata yang
bentuknya sama, tetapi artinya berbeda atau tidak sama. Contoh : antara kata buku yang berarti ‘kitab’ dan buku yang berarti ‘ruas’; antara kata bisa yang berarti ‘dapat’ dengan bisa yang berarti ‘racun’. Oleh karena itu, kata buku
dan bisa yang pertama berhomonim dengan kata buku dan bisa yang kedua.
Homonim terjadi disebabkan oleh dua hal berikut ini. Pertama, kata yang berhomonim itu berasal dari bahasa yang
berlainan. Kedua, kata-kata yang
berhomonim itu terjadi karena hasil proses morfologi.
Homonim dapat dibedakan
menjadi dua bentuk yaitu, homofon dan homograf. Homofon adalah kata yang bunyinya sama, tetapi
tulisannya berbeda dan artinya juga berbeda. Contoh, kata bank serta bang. Kedua patah kata ini bunyinya persis sama, tetapi dituliskan
dengan bentuk yang berbeda. Homograf adalah
kata yang tulisannya sama, tetapi bunyinya berbeda dan artinya pun berbeda.
Contoh, kata apel yang dilafalkan dengan e
lemah/ pepet dan dengan e keras/ taling akan berbeda artinya.
Kata antonym berasal dari bahasa
Yunani yaitu, anoma yang berarti ‘nama’ dan anti yang berarti ‘melawan’. Jadi, secara harfiah antonym adalah dua patah kata yang
maknanya ‘agak’ berlawanan. Dikatakan ‘agak’ karena sifat berlawanan dari dua
patah kata yang berantonim itu sangat relatif.
Kata-kata yang berlawanan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : a) kontradiksi serta; b) kontras/ kontrer. Dikatakan
kontradiksi apabila dua pernyataan tidak mungkin sama-sama benar dan tidak
mungkin sama-sama salah. Umumnya, bentuk kontradiksi dinyatakan dengan kata
bukan atau tidak.
Contoh :
-
dua
hari yang lalu adik memakan mangga
itu
-
dua
hari yang lalu adik tidak memakan mangga
itu.
Kemudian dikatakan
kontras/ kontrer apabila salah satu dari dua pernyataan mungkin benar atau
mungkin juga kedua pernyataan itu salah.
Contoh :
-
Kata ayah, “Itu sebuah kuini.”
-
Kata ayah, “Itu sebuah durian”.
Jadi, di dalam
kontras/ kontrer tampaknya ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan.
Polisemi berarti sepatah kata mempunyai
banyak arti atau sepatah kata mempunyai arti lebih dari satu. Polisemi dapat
terjadi hal-hal berikut ini.
(a)
Sepatah kata dapat berarti lebih dari satu.
Misalnya kata kepala yang mempunyai arti ‘bahagian atas tubuh
manusia, tempat mata, hidung, dan tumbuhnya rambut’, tetapi dapat juga berarti
‘orang yang menjadi pimpinan pada sebuah kantor, tempat bekerja, dan
sebagainya’.
(b) Kata
yang mempunyai arti petunjuk benda tertentu dipakai untuk memberi keterangan
benda lain.
Umpamanya bagian-bagian tubuh
manusia seperti pinggang, leher, kaki,
serta mulut. Kata-kata tersebut dipakai untuk memberi keterangan benda lain
dengan dasar perbandingn yang sama seperti terdapat pada bentuk pinggang perahu, leher botol, kaki meja, dan
mulut sungai.
(c) Sepatah
kata konkret dapat pula dipergunakan untuk suatu pengertian abstrak.
Misalnya, kata-kata menyala, meluap serta berkobar pada bentuk-bentuk berikut ini.
-
Kemarahan abang menyala-nyala karena anak itu diam
seribu bahasa.
-
Keinginan adik meluap-luap untuk mengikuti acara
pelantikan itu.
(d) Kata
yang sama berubah artinya karena berbeda indra yang menerimanya. Gejala seperti ini selalu juga disebut dengan
sinestesia.
Misalnya, kata pedas dan manis
dalam kata-kata berikut ini.
-
Kata-kata ayah si Amir sangat pedas untuk anak yang seusia seperti itu.
-
Cabai itu sudah tentu sangat pedas apalagi dicampur dengan merica.
Hipernim ialah kata-kata yang maknanya
mencakup makna kata-kata lainnya. Misalnya, kata bunga melingkupi makna
kata-kata anggrek, kamboja, ros, kenanga,
gladiol, melati, sedap malam, mawar, dan flamboyan.
Kata-kata
yang berhipernim selalu bersifat umum karena maknanya meliputi makna sejumlah
kata lainnya.
b.
Pilihan
Kata Sesuai dengan Kaidah Makna Kata
Pilihan kata atau diksi pada bagian ini harus memperhatikan makna dasar
yang bersangkutan. Kesulitannya adalah orang tidak dapat lagi membedakan makna kata dasar dan makna yang
telah mengalami perjalanan sejarah, pengalaman pribadi, perbedaan perasaan,
perbedaan lingkungan, perbedaan tujuan, perbedaan nilai-nilai makna, serta
perbedaan profesi.
Pilihan kata atau diksi yang sesuai dengan makna kata harus
memperhatikan sudut makna kata itu sendiri. Makna kata itu bermacam-macam
antara lain adalah :
1. Makna
denotatif
Makna denotatif adalah makna yang sesuai dengan apa adanya, makna yang
sesuai dengan hasil observasi, makna yang diberi batasan. Nama lain dari makna
denotatif ini adalah makna konseptual yaitu, makna menurut konsep yang ada.
Namun, kesalahpahaman masih
terus ditemui karena makna denotatif atau konseptual ini tidak sesuai lagi
dengan lingkungan pemakainya, tidak kena kepada lawan bicara, ataupun
terdapatnya kesalahan sintaks.
contoh :
secara denotatif atau konseptual kata-kata bini dengan isteri, laki dengan suami, tidak ada perbedaannya. Begitu
juga dengan kata-kata kelompok, grup,
gerombolan, dan rombongan, secara denotatif atau konseptual tidak ada
bedanya.
2. Makna
asosiatif
Makna asosiatif berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa itu,
nilai-nilai yang ada pada masyarakat pemakai bahasa itu, perasaan pemakai
bahasa, perkembangan kata itu sesuai dengan kehendak pemakai bahasa, pribadi
pemakai bahasa, masa kata itu dipergunakan, dan perasaan pemakai bahasa. Macam-macam makna asosiatif yaitu
sebagai berikut:
1)
makna
konotatif
Makna konotatif adalah makna yang
timbul karena makna konseptual atau denotatif mendapat tambahan-tambahan sikap
sosial, sikap diri dalam suatu jaman, sikap pribadi, dan kriteria tambahan
lainnya.
Contoh :
wanita dan perempuan berbeda maknanya berdasarkan
konotasinya. Kata wanita mengandung
makna manusia dewasa berjenis kelamin betina yang lebih berani, agresif,
moderen, profesional, lebih terdidik, kurang pandai memasak, dan kurang
sensitif. Sedangkan kata perempuan
mengandung makna manusia dewasa berjenis kelamin betina yang kurang
profesional, pandai memasak, kurang terdidik, dan sangat sensitif.
2)
Makna stilistik
Makna stilistik berhubungan dengan gaya pemilihan kata dalam tutur
ataupun karang-mengarang sesuai dengan lingkungan masyarakat pemakai bahasa
tersebut. Makna stilistik dapat dibedakan berdasarkan:
· profesi (seperti bahasa sastra,
bahasa hokum, dan bahasa jurnalistik)
·
status
(seperti jargon, slang, dan bahasa percakapan)
·
modalitas
(seperti bahasa lelucon, bahas memorandum, bahasaperkuliahan)
·
pribadi
(bahasa gaya Mochtar Lubis, bahasa gaya Idrus, bahasa gaya Sutan Takdir
Alisyahbana).
3)
Makna afektif
Makna afektif berhubungan dengan
perasaan pembicara atau pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan
bicara maupun terhadap objek pembicara. Makna afektif lebih berkesan dalam
bahasa lisan daripada dalam bahasa tulis.
Makna afektif menggunakan
pengantar makna denotatif atau konseptual, makna asosiatif atau konotatif, dan
makna stilistik. Makna afektif lebih jelas dengan pemakaina kata-kata seruan aduh,
aduhai, aha, ahai, amboi, biar!, mampus lu!, cih, cis, lho, oh, puih, wah yakh.
3. Makna
reflektif
Makna reflektif umumnya menghubungkan
antara makna denotatif atau konseptual yang satu dengan makna denotatif atau
konseptual yang lain. Pilihan kata dengan makna denotatif atau konseptual
tertentu menimbulkan refleksi kepada sesuatu yang hampir bersamaan.
Contoh
:
Kata baju hijau mengandung makna
reflektif karena dapat menimbulkan pengertian spontan ‘sesuatu yang dapat
melindungi’, tetapi dapat juga mengandung pengertian ’sesuatu yang menakutkan’.
4. Makna
kolokatif
Makna kolokatif berhubungan
dengan makna dalam frase sebuah bahasa. Hubungan makna kolokatif dalam bahasa
Indonesia lebih banyak berdasarkan kelaziman dan kebiasaan.
Contoh :
kata cepat dan laju mempunyai
pasangan atau kelompok kata tertentu. Oleh karena itu, kedua kata itu mempunyai
makna kolokatif. Kita dapat mengatakan bus cepat malam dan janggal
rasanya kalu kita mengatakan bus laju malam.
5. Makna
interpretatif
Makna interpretatif berhubungan dengan
penafsiran dan juga tanggapan
dari pendengar maupun pembaca. Si x menulis atau berbicara dan si q
membaca atau mendengar. Lalu si q akan memberikan tafsiran pilihan kata
atau diksi yang dilakukan si x. Tafsiran dan tanggapan si q
haruslah sesuai dengan pilihan kata atau diksi si x. Apabila hal ini
tidak terjadi, kesalahpahaman
antara si x dan si q akan muncul.
c.
Pilihan
Kata Sesuai dengan Kaidah Lingkungan Sosial Kita
Pilihan kata atau diksi harus selalu diperhatikan lingkungan pemakaian
kata-kata. Dengan membedakan lingkungan itu, pilihan kata yang kita lakukan
akan lebih tepat. Lingkungan itu dapat kita lihat berdasarkan :
1. tingkat sosial yang mengakibatkan
terjadinya sosiolek;
2. daerah atau geografi yang
mengakibatkan terjadinya dialek;
3. resmi atau formal dan tidak resmi
atau nonformal yang mengakibatkan terjadinya bahasa baku atau bahasa standar
dan bahasa yang tidak baku atau bahasa nonstandar;
4. umum dan khusus yang mengakibatkan
terjadinya bahasa umum dan bahasa khusus atau bahasa profesional.
Pilihan kata atau diksi juga harus memperhitungkan kata-kata dan makna
yang profesional. Pilihan kata atau diksi berdasarkan profesi tidak sama dengan
istilah. Pilihan kata berdasarkan profesi merupakan pilihan kata yang telah
kita anggap lazim jika orang
membicarakan masalah tertentu.
Contoh :
Umum
|
Profesional
|
Dibuat
|
Dirakit
|
Tengah
|
Madya
|
Tukang
|
Ahli
|
Rumah
|
Wisma, graha
|
Begitu
pula dengan kata-kata: tersangka, terdakwa, dan tertuduh, yang
bagi masyarakat awam sama maknanya, tetapi di kalangan praktisi hukum (bahasa hukum) mempunyai makna yang berbeda.
d.
Pilihan
Kata Sesuai dengan Kaidah Mengarang
Pilihan kata pada bagaian ini amat penting. Pilihan
kata di sini haruslah tepat dan dapat mewakili apa yang dimaksudkan. Pilihan
kata akan memberikan informasi sesuai dengan apa yang dikehendaki. Untuk itu,
perlu diperhatikan lingkungan sosial dalam menentukan kata-kata yang dipilih.Pilihan kata yang sesuai
dengan karang-mengarang harus memperhatikan hal-hal berikut ini.
1.
Pilihan kelompok kata yang berpasangan tetap
Mengarang sebaiknya mempergunakan
kelompok kata yang berpasangan tetap. Terkadang ada kata-kata yang dapat
dipasangkan dengan berbagai kata depan/ kata hubung lainnya. Akibatnya,
kelompok kata itu mempunyai beberapa bentuk yang saling bersaing atau terpaksa
memilih kelompok kata itu dengan berbagai alternatif.
Contoh:
1.
terdiri
dari, terdiri dalam, terdiri atas
2.
ditemani
oleh, ditemani dari, ditemani dengan
3.
bebas
akan, bebas atas, bebas dari
4.
marah
akan, marah kepada, marah pada
5.
biasa
dengan, biasa oleh, biasa pada
6.
berbeda
dengan, berbeda dalam, berbeda dari.
2. Pilihan
kata langsung
Karang-mengarang
sebaiknya memilih kata-kata
yang langsung serta tidak mempergunakan kalimat, frase, maupun bentuk yang
bersifat uraian, panjang, dan berbelit-belit. Pilihan kata-kata itu haruslah
yang berisi, terarah, dan lugas.
Contoh:
1.
Ia menelepon kekasihnya. (pilihan kata yang langsung)
2.
Ia memanggil kekasihnya melalui telepon. (pilihan kata
yang panjang dan berbelit-belit)
3. Pilihan
kata yang dekat dengan pendengar/ pembaca
Pilihan kata/ diksi pada bagian ini harus sesuai dengan
tingkat sosial, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan lawan berbicara,sehingga
pembicara/ penulis dekat dengan pendengar/ pembaca.
Pilihan kata berupa singkatan kata ataupun akronim selalu
menimbulkan kekuranglancaran komunikasi. Tidak semua pendengaran maupun pembaca
mengerti dengan singkatan/akronim : balita,
KISS,
VMJdan HMJ. Begitu juga dengan kata-kata asing ataupun
istilah-istilah yang berasal dari bahasa asing yang dipilih dalam suatu
karangan seperti: “memberikan respon terhadap challenge”; “pilot
proyek modernisasi desa”; “backgroundibu”; selalu akan menimbulkan
berbagai kesalahpahaman atau kekurangmengertian para pendengar/pembaca terhadap
ide/pesan/pokok pikiran yang ingin disampaikan di dalam sebuah karangan.
2.3 Kata
Ilmiah, Kata Populer, Kata Jargon dan Slang
Kosakata
terbesar sebuah bahasa terdiri dari kata-kata yang umum dipakai oleh semua
lapisan masyarakat, baik yang terpelajar maupun orang biasa atau rakyat jelata.
Kata itulah yang merupakan tulang punggung dari setiap bahasa. Kata-kata itu
yang selalu akan dipakai dalam komunikasi sehari-hari untuk semua lapisan
masyarakat. Kata-kata seperti itu biasa disebut kata-kata populer.
Di samping kata populer ada pula sejumlah kata yang
biasa dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan ilmiah. Kata seperti
ini disebut kata ilmiah. Perbedaan antara kedua jenis kelompok kata ini dapat
dijelaskan secara sederhana dengan mempertentangkan pasangan yang secara kasar
dianggap mempunyai makna yang sama, seperti contoh-contoh sebagai berikut:
Kata Ilmiah
|
Kata popular
|
Analogi
|
Kiasan
|
Final
|
Akhir
|
Diskriminasi
|
perbedaan perlakuan
|
Prediksi
|
Ramalan
|
Kontradiksi
|
Pertentangan
|
Format
|
Ukuran
|
Anarki
|
Kekacauan
|
Biodata
|
biografi singkat
|
Bibliografi
|
daftar pustaka
|
Perlu diketahui bahwa kategori kata ilmiah dan
kata populer itu setiap saat dapat bergeser dari kategori yang satu ke kategori
yang lain. Sebuah kata asing mula-mula dipakai oleh golongan terpelajar, oleh
karena sering dipakai dan lambat laun meresap ke lapisan bawah dan akhirnya
berubah statusnya menjadi kata populer.
Istilah jargon mempunyai beberapa
pengertian, di antaranya kata-kata teknis yang dipergunakan secara terbatas
dalam bidang ilmu, profesi atau kelompok tertentu. Kata-kata ini kerap kali
merupakan kata sandi atau kode rahasia untuk kalangan tertentu (dokter,
militer, perkumpulan rahasia). Oleh karena jargon itu merupakan bahasa yang
khusus sekali, maka tidak akan banyak
artinya bila jargon dalam sebuah tulisan umum ataupun tulisan yang
dibaca oleh orang banyak.
Bahasa Slang dalam bahasa Inggris sudah sangat populer. Bahasa Slang yang lebih dikenal
dengan bahasa Inggris gaul telah tersebar
luas juga lewat internet. Menurut Swan (2005: 526), 'Slang' is a very informal kind of vocabulary, used mostly in speech by
people who know each other well. Dilihat dari definisi slang
menurut Swan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa bahasa slang adalah
jenis kosakata yang sangat informal, yang biasanya digunakan dalam percakapan
oleh orang yang saling mengenal dengan baik. Jadi, jika kita menggunakan bahasa
slang dengan orang bule atau orang yang tidak kita kenal maka kita akan
dikatakan orang yang sok akrab. Contoh kata slang : asoy, duit, ketemu, rapi
jail, dan sebagainya.
2.4 Pilihan Kata dan Penggunaannya
Biasanya orang membuka kamus untuk mengetahui arti sebuah kata, cara
menuliskannya, atau cara-cara melafalkannya. Akan tetapi, banyak juga orang
yang menginginkan lebih dari itu. Mereka ingin menemukan kata tertentu untuk
mengetahui pemakaiannya secara tepat.
Sudah
barang tentu seorang pembicara atau seorang penulis akan memilih kata yang “terbaik” untuk mengungkapkan pesan yang
akan disampaikannya. Pilihan kata yang “terbaik”
adalah yang memenuhi syarat (1) tepat (mengungkapkan gagasan secara cermat),
(2) benar (sesuai denga kaidah kebahasaan), dan (3) lazim pemakaiannya
(Sugono,2009)
1. Kata dari dan daripada
Ada
enam fungsi kata depan dari, yakni sebagai berikut.
a. Untuk
menyatakan keterangan tempat asal sesuatu atau menyatakan asal sesuatu dibuat.
Contoh: Saya naik kereta apa dari
Surabaya.
Kursi itu terbuat dari kayu jati.
b. Untuk
menyatakan sebab.
Contoh: Persoalan itu timbul dari
peristiwa seminggu yang lalu.
Dari peristiwa G 30 S/PKI, lahirlah Hari Kesaktian
Pancasila.
c. Untuk
menyatakan bahwa sesuatu merupakan anggota dari suatu kelompok.
Contoh: Itu
baru salah satu dari sekian kebaikan yang biasa mereka lakukan.
Seorang dari mereka
telah ditahan seminggu yang lalu.
d. Kata tergantung
+ dari membentuk ungkapan tetap.
Contoh: Berhasil tidaknya studi saudara tergantung
dari saudara sendiri.
Berkembang tidaknya industri
kecil daerah itu, banyak tergantung dari subsidi pemerintah.
e. Untuk
menyatakan kekhususan atau pembatasan suatu hal.
Contoh: Dari pihak pengantin wanita tidak ada
masalah.
Anak itu sedang sakit dilihat dari
sinar matanya.
f. Untuk
menyatakan alasan (dari = berdasarkan).
Contoh: Dari bukti-bukti yang dikemukakan,
anak itu memang bersalah.
Buku itu ditulis dari pengalamannya
selama di Australia.
Di dalam kehidupan berbahasa sering pula dijumpai pemakaian kata depan dari
untuk menyatakan milik (dalam hubungan posesif). Kalau dalam bahasa Belanda,
misalnya: “het huis van mijn oom” tidak perlu diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi “Rumah dari paman saya”. Cukup kalau
diterjemahkan “Rumah paman saya”. Hubungan posesif dalam bahasa
Indonesia tidak dinyatakan dengan kata dari.
Contoh:
Sepeda dari* adik saya sudah hilang.
Anak dari* kambing itu dua.
Kesimpulan dari* diskusi itu sudah
dirumuskan.
Pemakaian kata dari
pada contoh-contoh kalimat di atas salah, sebab dalam bahasa Indonesia, kata
menyatakan pemilik dapat berhubungan langsung dengan sesuatu yang dimilikinya.
Jadi, pemakaian kata dari dalam ketiga kalimat di atas tidak perlu,
hanya bersifat redudansi (mubazir) saja.
Ada pula pemakaian kata dari yang
menyatakan milik yang kalau dihilangkan akan menimbulkan keraguan arti kalimat.
Contoh:
Ayah dari ibu saya sudah tua.
Teriak
yang demikian kerasnya dari anak itu mengejutkan orang-orangdi
sekitarnya.
Jika kata dari dalam
kedua kalimat di atas dihilangkan maka arti kalimat itu menjadi kurang jelas.
Oleh karena itu, kata dari harus digunakan.
Selanjutnya,
kata depan majemuk daripada berasal dari kata depan dari dan pada,
menurut EyD harus ditulis serangkai. Kata daripada hanya mempunyai satu
fungsi, yaitu untuk menyatakan suatu perbandingan.
Contoh: Daripada terus
mengantuk seperti ini, lebih baik kita pulang saja.
Kalau kurang
sehat, lebih baik duduk daripada berdiri.
Dari pengamatan terhadap pemakaian bahasa Indonesia, dapat dikatakan
bahwa kata depan daripada dan dari sering digunakan secara tidak
tepat. Perhatikan contoh berikut.
1.
Dokter ahli mempelajari pola daripada* alergi si
penderita.
2.
Hasil daripada* pembangunan sekarang diharapkan
dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia.
3.
Sebagian daripada* hasil utangnya sudah
dibayarnya.
4.
Dua orang daripada* regu pencinta alam itu,
dikabarkan hilang.
5.
Pada zaman dulu harga rempah-rempah sama mahalnya daripada*
emas.
6.
Semua itu tergantung daripada* sarana yang ada.
7.
Lagu itu dikirim dari* Murni untuk Asni di
Tanjung Karang.
8.
Anak dari* tetangga saya hari Senin ini akan
dilantik menjadi dokter.
9.
Ibu dari* anak itu sering sakit.
10. Dari*
tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penumpang sudah meningkat.
Pemakaian kata depan daripada
dalam kalimat (1) dan (2) tidak dapat dipergunakan dan harus dihilangkan
karena kata-kata tersebut merusak hubungan kata dan juga bersifat redundansi.
Kata daripada dalam kalimat (3) dan (4) seharusnya diganti dengan kata dari.
Kata daripada dalam kalimat (5) seharusnya diganti dengan kata dengan,
dan kata daripada dalam kalimat (6) diganti dengan kata oleh.
Pemakaian kata depan dari kaliamt (7) seharusnya diganti dengan kata oleh.
Pemakaian kata depan dari pada kalimat (8) dan (9) di atas juga tidak
tepat, tidak lazim digunakan untuk menyatakan pertalian milik (posesif) dan
sebaliknya dihilangkan saja. Demikian juga pemakaian kata dari pada kalimat (10) harus dihilangkan saja
karena frase “tabel 2” dalam kalimat itu adalah subyek kalimat.
2.
Kata Pada
dan Kepada
Ada empat macam fungsi kata depan pada dalam bahasa Indonesia.
a.
Sebagai pengantar keterangan untuk orang, binatang atau
benda abstrak.
Contoh:
Buku catatan saya ada pada Aminah.
Taji hanya
terdapat pada ayam jantan.
b.
Sebagai pengantar keterangan waktu.
Contoh: Pada hari
Minggu banyak orang pergi ke Berastagi.
Saya
pernah berjumpa dengan dia pada suatu sore.
c.
Bersama-sama dengan kata tertentu membentuk suatu
ungkapan.
Contoh: Pada
prinsipnya saya menyetujui usul itu.
Pada
hakekatnya setiap orang mempunyai kodrat yang sama.
d. Dipakai
bersama-sama dengan kata bergantung menjadi bergantung pada (tergantung
dari).
Contoh: Semua itu bergantung
pada kemampuan saudara.
Boleh atau
tidak buku itu dipinjam, bergantung pada yang punya.
Di
dalam pemakaiannya, kata depan pada sering digunakan kurang tepat, seperti di bawah ini.
Tolong ambilkan buku saya pada*
laci meja itu.
Ada beberapa kesalahan pada* lembaran
soal.
Kata depan pada dalam
kalimat-kalimat di atas sebaiknya diganti dengan kata depan di.
Selanjutnya, kata depan kepada biasanya
dipakai sebagai berikut.
a.
Untuk mengantar obyek tidak langsung ( obyek yang
berkepentingan) dalam suatu kalimat.
Contoh: Hal itu sudah dikatakan kepada saya.
Hadiah itu diberikan Bapak Kepala Sekolah kepada juara
kelas.
b.
Untuk mengantarkan obyek dalam kalimat yang predikatnya
berupa adjektif. Dalam hal ini kata kepada sama dengan terhadap atau
akan.
Contoh: Pedagang yang di depan rumah kami itu sangat
baik kepada tetangganya.
Mahasiswa itu selalu patuh dan
hormat kepada dosennya.
Di dalam struktur kalimat tertentu yang predikatnya kata
kerja aktif transitif dan bersufik –kan (melakukan pekerjaan untuk orang
lain), kata depan kepada tidak boleh digunakan untuk mengantar obyek
penyerta atau obyek berkepentingan.
Contoh: Kakak membuatkan ayah segelas air putih.
Kakak
membuatkan kepada* ayah segelas air putih.
Ibu
mengambilkan adik sepiring nasi.
Ibu
mengambilkan kepada* adik sepiring nasi.
Di
dalam contoh-contoh kalimat
di atas, sufiks –kan secara implisit sudah menyatakan kepada atau untuk.
Di
dalam pemakaian bahasa, sering dijumpai penyimpangan pemakaian kata depan kepada, yakni dipakai untuk mengantar subyek dalam kalimat, sehingga kalimat
itu tidak efektif.
Contoh: Kepada* generasi muda diharap berperan serta dalam
pembangunan.
Generasi muda diharapkan berperan
serta dalam pembangunan.
Kepada* mahasiswa yang
kehilangan buku diharap menghubungi kepala tata usaha
Mahasiswa yang kehilangan buku
diharap menghubungi kepala tata usaha.
3. Kata di
dan ke
Kata
di bersifat ambivelen, artinya mempunyai dua kemungkinan fungsi dalam bahasa
Indonesia yaitu di sebagai kata depan
dan di sebagai prefiks. Sebagai
prefiks, dimerupakan morfem terikat
secara morfologis, dan harus ditulis serangkai dengan kata atau morfem yang
mengikutinya, dan biasanya berfungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif.
Sedangkan disebagai kata depan
merupakan morfem yang terikat secara sintaks, artinya morfem itu baru mempunyai
arti yang pasti apabila dihubungkan dengan morfem lain sehingga membentuk frase
atau kalimat. Kata depan di harus ditulis terpisah dengan kata yang
mengikutinya, dan berfungsi sebagai kata yang menyatakan keterangan tempat atau
keterangan waktu tak tentu.
Fungsi
kata depan di sebagai berikut.
a) Untuk
menyatakan kata keterangan tempat, baik tertentu maupun tak tertentu.
Contoh : Orang
tuanya sedang berda di luar kota.
Permata itu sudah lama di
simpannya di suatu tempat.
b) Untuk
menyatakan keterangan waktu tak tentu.
Contoh : Percayalah,
saudara akan bertemu lagi di suatu
saat nanti.
Di saat
usianya sudah lanjut, orang tua itu semakin tekun beribadah.
c) Bersama
kata lain membentuk kata tanya yang berhubungan dengan tempat.
Contoh
: Di mana saudara simpan buku itu
?
Di sinikah rumah Pak Arman ?
Pemakaian kata
depan di yang salah sering dijumpai
dalam kalimat seperti berikut:
·
Kunci lokal ini ada di* Pak Hasan.
·
Di *
perusahaan swasta itu masih memerlukan tenaga kerja.
Kata depan di dalam kalimat pertama di atas harus diganti dengan pada dan
kalimat kedua kata depan di harus
dihilangkan atau predikat itu diubah menjadi bentuk kata kerja pasif. Perbaikan
kedua kalimat itu menjadi :
·
Kunci lokal ini ada pada Pak Hasan.
·
Perusahhan swasta itu masih memerlukan tenaga
kerja.
Atau :
Di perusahaan
swasta itu masih diperlukan tenaga
kerja.
Selanjutnya,
kata ke juga bersifat ambivalen yang
berarti mempunyai dua fungsi yaitu sebagai prefiks dan sebagai kata depan.
Sebagai prefiks, ke ditulis bersambung atau serangkai dengan kata yang
mengikutinya dan sebagai kata depan ke
ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.
Sebagai
prefiks, ke dengan atau tanpa sufiks
berfungsi sebagai pembentuk kata benda, seperti : kekasih, ketua, kehendak,
keadilan, kebenaran dan kesulitan. Prefiks ke
juga dapat berfungsi sebagai pembentuk kata kerja. Ini merupakan akibat
pengaruh bahasa Jawa. Contohnya : ketubruk, kejatuhan, kesakitan, dan keberatan.
Sebagai
kata depan, ke berfungsi untuk :
a) Menyatakan
keterangan tempat tujuan.
Contoh : ke
rumah
ke luar negeri
ke suatu tempat
b) Bersama-sama
kata mana, kata depan ke membentuk kata bantu tanya.
Contoh : ke mana Saudara tadi ?
ke mana mereka akan pergi ?
Bentuk kata
depan ke yang sering salah adalah
sebagai berikut :
·
kesini*
------------ seharusnya : ke sini
·
kemana*
---------- seharusnya : ke mana
Bentuk
penulisan kata depan ke yang lain, yang menyatakan tempat terjadinya
atau tempat beradanya sesuatu, sering juga salah, seperti :
1.
Ibu mendudukkan adik ke* kursi.
2.
Kepala sekolah
menempelkan pengumuman ke* dinding.
Kata depan ke dalam
kedua contoh kalimat di atas harus diganti dengan kata depan di, karena lebih menunjukkan tempat
beradanya (lokatif) daripada tujuannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1.
Kreativitas
dalam memilih kata merupakan kunci utama bagi seorang pengarang maupun untuk
penulisan gagasan serta ungkapan. Penguasaan dalam mengolah kata juga menjadi faktor penting untuk
menghasilkan tulisan yang indah dan enak di baca. sehingga makna dengan tepat
pada setiap pilihan kata yang ingin disampaikan.
2.
Diksi
adalah kemampuan penulis untuk mendapatkan kata, agar dalam pembacaan dan
pengertiannya tepat.
3.
Kata
ilmiah adalah kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia.
4.
Pembentukan
kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan
atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
5.
Definisi
adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau konsep
istilah tertentu.
6.
Kata
serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai dengan
EYD.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, S. dkk. 2013. Bahasa
Indonesia Pengembang Kepribadian. Medan: Universitas Negeri Medan.
Keraf, G.
2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, H. 1978. Sosiolinguistik
dalam Leksikografi. Tugu: Panitia Penataran Leksikografi (Pusat Bahasa).
Sugono, Dendy. 2009. Buku
Praktis Bahasa Indonesia. Edisi ke-6. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Swan, Michael. 2005. Practical
English Usage. 3rd Edition. Oxford University Press.
0 comments:
Post a Comment