Universitas Negeri Medan

Kampus Hijau yang Penuh Cerita dan Realita .

Putri-putri Matematika Nondik 2010

Tersenyum dalam Kebersamaan dan Berbagai Karakter.

Putra-putri Terbaik Matematika Nondik 2010

Bertemu dengan berbagai latar belakang dengan satu tujuan menuntut ilmu di Character Building University.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Mathematic is easy if you think yhat it's easy

Matematika adalah ibu dari semua bidang ilmu.

Tuesday 14 May 2013

Kelompok VIII

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Bahasa Indonesia ini dengan judul Paragraf. Dengan terselesaikan makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat menjadi suatu bahan untuk menambah wawasan serta dapat membantu dalam mencapai tingkat pemahaman materi Bahasa Indonesia. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing, khususnya mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah mengarahkan penulis sehingga penulis bisa mengikuti dan menyelesaikan makalah dengan baik, dan orang tua yang telah menyemangati penulis, serta temen-teman seperjuangan yang selalu menjadi tempat bertukar pikiran.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, karena keterbatasan sarana buku-buku serta sumber dari media lain yang bisa mendukung terciptanya makalah ini. Oleh karena  itu, penulis mohon maaf jika penyajian makalah ini banyak hal-hal yang kurang berkenan atau kurang bermutu. Penulis juga berharap kepada pembaca dapat memberi kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah untuk ke depannya. Penulis juga mohon kepada para pembaca agar memakluminya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.           


                                                                            Medan, Mei 2013
                                                                                      

                                                                            Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................          i
DAFTAR ISI ..............................................................................................         ii
BAB I.     PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang ....................................................................         1
1.2     Tujuan Makalah ...................................................................         1

BAB II.    PEMBAHASAN
2.1.    ... Pengertian Paragraf …....................................................         2
2.2.    ... Ide Utama dan Kalimat Utama Paragraf.........................         3
2.3.    ... Kalimat Penjelas..............................................................         6
2.4.    ... Kalimat Penegas..............................................................         7
2.5.    ... Unsur-Unsur Pengait Paragraf.........................................         8
2.6.    ... Prinsip Kepaduan Bentuk dan Makna Paragraf..............        13
2.7.    ... Macam-Macam Paragraf .................................................        16
2.8.    ... Ciri-Ciri Paragraf ............................................................        18
2.9.    ... Fungsi Paragraf ...............................................................        18
2.10.        Jenis-Jenis Paragraf .........................................................        19
2.11.        Syarat Penyusunan Paragraf ...........................................        24
2.12.        Pengembangan Paragraf .................................................        27


BAB III.  PENUTUP
3.1     Simpulan .............................................................................        34

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………                 35





BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang

Bahasa mengenal beberapa istilah dan satuan-satuannya, dalam ilmu bahasa dikenal dengan satuan yang bermakna. Satuan bahasa dimulai dari bunyi (fonem), kata (morfem), frasa, klausa dan kalimat, paragraf, dan wacana. Berdasarkan urutan tersebut, penulisan paragraf dan wacana merupakan urutan terakhir yang membentuk suatu pembicaraan dan tulisan yang kompleks sehingga menjadi satuan terbesar dari ilmu bahasa.
Membuat sebuah tulisan memerlukan paragraf, ciri khas paragraf yaitu, tulisan yang menjorok ke dalam. Pembuatan paragraf memerlukan beberapa hal, karena harus terdapat kepaduan kesepadanan isi paragraf.
Standar kompetensi pada makalah ini kompetensi yang mengungkapkan pikiran, pendapat dan perasaan dengan bahasa indonesia yang baik dan benar dalam berbagai paragraf. Standar kompetisi ini dijabarkan menjadi beberapa kompetisi dasar (1) pengertian paragraf, (2) ide utama dan kalimat utama paragraf, (3) kalimat penjelas, (4) kalimat penegas, (5) unsur-unsur utama pengait paragraf, (6) prinsip kepaduan bentuk dan makna paragraf, (7) macam-macam paragraf, (8) ciri-ciri paragraf, (9) fungsi paragraf, (10) jenis-jenis paragraf, (11) syarat penyusunan paragraf dan (12) pengembangan paragraf.

1.2       Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mampu menggunakan bermacam-macam paragraf dalam menulis.
2.      Mampu mengguanakan syarat-syarat pembentukan paragraf dengan kesatuan, dan kekorehensian.
3.      Mampu menyusun struktur paragraf yang baik dalam menulis ilmiah.
4.      Mampu menyusun paragraf efektif dalam bahasa Indonesia dengan menetapkan prinsip-prinsip pengembangan paragraf yang benar.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Paragraf
Paragraf didefenisikan secara bermacam-macam, mulai dari yang sederhana hingga yang cukup rumit dan terperinci. Pertama, perlu disebutkan bahwa paragraf sesungguhnya merupakan sebuah karangan mini. Dikatakan sebagai karangan mini karena sesungguhnya segala sesuatu yang lazim terdapat di dalam karangan atau tulisan, sesuai dengan prinsip dan tata kerja karang-mengarang dan tulis-menulis pula, terdapat pula dalam sebuah paragraf. Maka dapat dimengerti kalau di dunia perguruan tinggi, misalnya saja, tugas untuk mengarang atau menulis ilmiah itu sering hanya dibatasi dalam satu paragraf.
Atau setidaknya, hitungan panjang pendeknya karangan itu dihitung sesuai dengan banyak atau jumlah paragraf. Pemahaman di depan dapat pula diperluas, sehingga menjadi seperti berikut ini: paragraf adalah satuan bahasa  tulis yang terdiri dari beberapa kalimat. Kalimat-kalimat di dalam paragraf itu harus disusun secara tuntut dan sistematis, sehingga dapat dijelaskan hubungan antara kalimat yang satu dan kalimat lainnya dalam paragraf itu. Satu hal lagi yang harus dicatat dalam sebuah paragraf, yakni bahwa paragraf harus merupakan satu-kesatuan yang padu dan utuh.
Pengertian di atas menyiratkan bahwa sebuah paragraf itu harus mengandung pertalian yang logis antarkalimatnya. Tidak ada satu pun kalimat di dalam sebuah paragraf yang tidak bertautan, apalagi tidak bertautan dengan ide pokoknya. Ide pokok dalam sebuah paragraf sesungguhnya merupakan sebuah kehausan. Sama persis dengan sebuah kalimat yang dituntut memiliki pesan pokok yang harus disampaikan, sebuah paragraf juga mutlak harus memiliki ide utama atau pikiran pokok itu. Tanpa ide demikian itu, sebuah kumpulan kalimat tidak dapat dianggap sebagai sebuah paragraf.
Jadi, peraturan yang terjadi antara kalimat satu dan kalimat yang lainnya itu mengandaikan terjadinya kepaduan dan kesatuan unsur-unsur yang membangun paragraf itu.Itulah kenapa dipersyaratkan bahwa paragraf itu harus merupakan untaian kalimat-kalimat yang sistematis susunannya, utuh dan padu pertautan makna dan bentuknya. Pemahaman yang berbeda ihwal paragraf menegaskan bahwa untaian kalimat-kalimat yang membentuk kalimat itu harus dapat digunakan untuk mengungkapkan pikiran-pikiran atau ide-ide yang jelas. Pikiran atau ide yang diungkapan tersebut terdiri dari pikiran utama sebagai pengendalinya dan pikiran-pikiran penjelas sebagai penopangnya.
Dengan pemahaman seperti di atas, dapat ditegaskan bahwa sesungguhnya sebuah paragraf harus mengemban ide pokok atau ide utama. Tanpa ide pokok atau ide utama yang jelas demikian itu, sebuah paragraf pasti tidak  akan memiliki kendali. Ide utama paragraf harus ditempatkan pada posisi yang jelas, sehingga pengembangan terhadap ide utama itu akan mudah dilakukan. Penempatan ide utama yang jelas tersebut sekaligus juga akan menentukan jenis tulisan atau karangan yang akan diemban oleh paragraf itu. Maksudnya, apakah tullisan itu sebuah deskripsi, sebuah argumentasi, sebuah narasi, sebuah eksposisi, sesungguhnya dapat dilihat dari keberadaan dan penempatan ide pokok paragraf tersebut.
2.2       lde Utama dan Kalimat Utama paragraf
Di bagian depan sudah sedikit disinggung bahwa paragraf itu mudah harus memiliki ide utama atau ide pokok. Dapat dikatakan demikian karena ide pokok atau ide utama sebuah paragraf inilah yang akan menentukan wujud dari paragraf itu.
Paragraf yang tidak memiliki ide pokok sesungguhnya tidak dapat dianggap sebagai paragraf. Bentuk kebahasaan itu hanya merupakan untaian yang konstruksi atau bentuknya menyerupai paragrafnya.
Dengan demikian, kembali harus ditegaskan bahwa sebuah paragraf mutlak harus memiliki ide pokok. Ide pokok itulah pengendali dari bangunan paragraf itu. Bahkan kalau ide pokok itu terimplikasi atau tersirat di dalam sebuah paragraf, ide pokok yang tersirat itu pun mampu menjadi peranti kendali bagi sebuah paragraf. Lazimnya, sebuah gagasan utama atau pikiran utama atau ide pokok sebuah paragraf dikemas dalam sebuah kalimat. Kalimat yang mengandung ide pokok atau ide utama atau pikiran utama paragraf itulah yang disebut dengan kalimat utama atau kalimat pokok.
Jadi, kalimat utama atau kalimat pokok paragraf itu harus berisi ide utama dari paragraf yang bersangkutan. Ambil saja contoh ide pokok paragraf yang berbunyi, 'lambatnya penelitian', maka ide pokok paragraf itu dapat dikemas menjadi sebuah kalimat utama yang berbunyi, 'Lambatnya penelitian di Indonesia disebabkan oleh rendahnya insentif bagi para peneliti'.
Jadi, jelas bahwa ide pokok sesungguhnya memiliki jangkauan keluasan yang lebih besar daripada kalimat pokok atau kalimat utama. Dari sebuah ide pokok atau ide utama dapat dikembangkan beberapa kalimat utama paragraf. Maka, ide pokok yang sama di atas itu dapat dibentuk kalimat pokok yang lain yang berbunyi, ‘Kebiasaan bertanya anak-anak Indonesia yang rendah menjadi penyebab utama lambatnya penelitian’. Sekalipun kalimat yang disebut terakhir ini masih berintikan 'lambatnya penelitian',dimensi yang hendak ditonjolkan pada kalimat ini berbeda dengan kalimat pokokyang disampaikan sebelumnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa ide pokok yang satu, dapat dikembangkan menjadi beberapa kalimat utama atau kalimat pokok, sehingga dapat pula dilahirkan paragraf dengan dimensi yang berbeda fokusnya. Kalimat utama yang berbeda sudah dipastikan akan menghasilkan paragraf yang tidak sama pala. Tuntutan pengembangan pada paragraf yang satu tidak sama dengan tuntutan pengembangan pada paragraf yang berikutnya karena sekalipun memiliki ide pokok sama, rumusan kalimat pokok atau kalimat utamanya tidak sama.
Berdasarkan posisinya di dalam sebuah paragraf, kalimat pokok atau kalimat utama itu dapat berada pada posisi yang berbeda-beda. Perbedaan tempat atau posisi bagi sebuah kalimat utama demikian ini akan menentukan pula alur pikiran yang harus diterapkan. Alur yang satu bisa bersifat deduktif, alur yang  lainnya bisa bersifat abduktif, dan alur yang lainnya lagi dapat bersifat induktif.
1.                  Kalimat Utama di Awal Paragraf
Kemungkinan posisi kalimat utama yang Pertama adalah di awal kalimat. Dengan kalimat utama yang ada di awal paragraf demikian itu, perincian dan jabaran bagi kalimat utama tersebut akan menyertainya pada kalimat-kalimat yang berikutnya. Biasanya kalimat-kalimat yang menyertai kalimat utama yang berada di awal paragraf itu akan berupa perincian-perincian, contoh-contoh, keterangan-keterangan, deskripsi dan/atau analisis.
Alur pikiran yang lazim diterapkan dalam paragraf dengan kalimat utama yang berada di awal paragraf demikian ini adalah alur pikir deduktif. Jadi, pemaparan itu dimulai dari hal-hal yang sifatnya umum, kemudian disertai dengan jabaran-jabaran yang sifatnya khusus. Jadi, penalaran deduktif berkaitan dengan penyusunan paragraf demikian ini adalah penalaran dengan model umum-khusus. Maksudnya, kita berangkat dari sesuatu yang sifatnya sangat umum dulu, lalu diteruskan dengan perincian-perincian yang sifatnya khusus dan mendetail.
2.             Kalimat Utama di Akhir Paragraf
Berbeda dengan yang disebutkan di depan tadi, kalimat pokok yang tempatnya di akhir paragraf terlebih dahulu diawali dengan kalimat-kalimat penjelas. Kalimat-kalimat penjelas itu dapat berupa perincian-perincian, analisis dan deskripsi, conroh-contoh,dan sejumlah pemaparan serta argumentasi. Pada akhir paragraf, semua yang telah disajikan di dalam bagian awal hingga pertengahan paragraf itu kemudian disimpulkan di akhir paragraf.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kalimat topik yang berada di akhir paragraf itu fungsinya yang paling utama adalah untuk menyimpulkan. Simpulan demikian itu, lazimnya berupa sebuah generalisasi yang merupakan intisari dari paparan-paparan dan perincian-perincian yang sudah disampaikan sebelumnya. Alur pikir demikian adalah alur pikir induktif. Kalau Anda mencermati sebuah bangunan karya ilmiah akademik, hampir semuanya sesungguhnya relatif setia dengan alur induktif yang demikian.
3.             Kalimat Utama di dalam Paragraf
Kalimat utama juga dimungkinkan terdapat di dalam paragraf. Jadi, kalimat utama itu tidak terdapat di awal paragraf atau di akhir paragraf tetapi terletak di tengah paragraf. Memang agak sulit membayangkan paragraf dengan ciri yang demikian itu. Akan tetapi, dalam kenyataannya paragraf dengan model yang demikian itu memang dapat ditemukan di dalam bahasa Indonesia.
Paragraf jenis demikian ini, ada yang menyebutnya sebagai paragraf ineratif. Jadi, di dalam paragraf model ineratif ini, kalimat utama yang terdapat di tengah paragraf itu dapat diibaratkan sebagai puncak. Kalimat-kalimat yang berada di awal paragraf itu dapat dikatakan sebagai awal-awal menuju puncak, menuju klimaks paragraf, sedangkan kalimat-kalimat yang berada setelah kalimat utama itu, sekalipun merupakan kalimat penjelas, derajatnya semakin melemah.
4.             Kalimat Utama di AwaI dan di Akhir paragraf
Paragraf utama dalam sebuah paragraf tidak mungkin terdiri lebih dari satu buah. Bahwa kalimat utama yang banyak dianggap muncul di dua tempat itu, kalimat keduanya hanya merupakan pengulangan dari yang pertama.
Dengan pengulangan demikian itu, maka kalimat utama paragraf itu menjadi lebih jelas. Bilamana dikaitkan dengan alur pikir, paragraf kalimat utamanya terletak di awal disebut sebagai deduktif, kalimat utama tertetak di akhir paragraf disebut sebagai induktif.
5.             Kalimat Utama Tersirat
Adakalanya pula, sebuah paragraf dalam bahasa lndonesia itu tidak secara kasar mata menunjukkan kalimat utamanya. Akan tetapi, harus tetap dicatat bahwa rumusan kalimat utama itu sesungguhnya berada di balik paragraf itu.
Demikian pula, rumusan ide utama atau ide pokok paragraf itu sudah barang tentu berada di balik bangun paragraf yang demikian itu. Bilamana tidak ada keduanya, bagaimana paragraf itu akan dikonstruksi oleh penulisnya.
Di dalam narasi yang mengutamakan urutan waktu atau di dalam deskripsi yang lebih mengutamakan urutan spasial, lazimnya banyak ditemukan jenis paragraf yang demikian.

2.3       Kalimat Penjelas
Unsur penting kedua dalam sebuah paragraf adalah unsur kalimat penjelas (support sentences). Dapat dikatakan sebagai kalimat penjelas karena tugas tari kalimat itu memang menjelaskan dan menjabarkan lebih lanjut ide pokok dan kalimat utama yang terdapat dalam paragraf tersebut. Jadi, kalimat penjelas yang benar dan baik sesungguhnya akan menjadi penentu pokok dari benar-benar baik dan tuntasnya paragraf tersebut. Panjang dan/atau jumlah kalimat penjelas dalam sebuah paragraf tidak ada ukuran yang pasti.
Tuntas dan tidak tuntasnya penjabaran kalimat utama ke dalam kalimat-kalimat penjelas pada sebuah paragraf sama sekali tidak dapat ditentukan dan diukur dari panjang-pendeknya paragraf, tetapi lebih dari semua itu, yakni terletak pada bagaimana ide pokok dan kalimat utama paragraf itu dijabarkan secara sungguh-sungguh dan terperinci. Jadi, jangan terkecoh dengan kuantitas atau jumlah kalimat dalam sebuah paragraf. Tidak tentu bahwa yang panjang itu pasti beres dan tuntas.
1.             Kalimat Penjelas Mayor
Kalimat penjelas mayor (major support sentence) adalah kalimat penjelas yang utama. Kalimat penjelas yang utama itu bertugas menjelaskan secara langsunga ide pokok dan kalimat utama yang terdapat di dalam paragraf itu. Jadi, hubungan antara kalimat utama dan kalimat penjelas utama di dalam sebuah paragraf itu bersifat langsung. Kalimat penjelas mayor itu kemudian dijabarkan lebih lanjut dengan kalimat-kalimat penjelas yang sifatnya minor atau tidak utama.
2.             Kalimat Penjelas Minor
Dapat dikatakan kalimat penjelas minor karena kalimat penjelas itu tidak secara langsung menjelaskan ide pokok dan kalimat utama paragraf. Akan tetapi, kalimat penjelas minor demikian itu menjelaskan kalimat penjelas rnayor tertentu secara langsung. Jadi, sebuah kalimat penjelas minor yang telah rnenjelaskan secara langsung kalimat penjelas utama tertentu tidak serta merta dapat digunakan untuk menjelaskan kalimat penjelas utama yang lainnya. Panjang-pendeknya sebuah paragraf sesungguhnya dapat diperiksa dari terjabar atau tidaknya kalimat penjelas utama itu ke dalam kalimat penjelas yang sifatnya tidak utama.

2.4              Kalimat Penegas
Kehadiran kalimat penegas di dalam sebuah paragraf bersifat tentatif, bersifat  mana suka. Bilamana memang dirasa perlu dihadirkan, maka silakan saja dihadirkan di dalam paragraf tersebut. Orang tertentu sangat tidak suka dan selalu berusaha untuk menghindari pengulangan kalimat, pun jika kalimat tersebut digunakan untuk menegaskan.
Maka, dalam konteks pemakaian paragraf yang demikian ini, kehadiran sebuah kalimat penegas di dalam paragraf, menjadi sangat tidak dipentingkan oleh penulis.
Satu hal yang juga harus dicatat oleh para penyusun paragraf, dan para penulis pada umumnya bahwa kalimat-kalimat penegas demikian itu bukanlah ide pokok dan kalimat pokok baru.

2.5       Unsur-unsur pengait paragraf
Kalimat-kalimat di dalam sebuah paragraf itu dipersyaratkan untuk selalu berhubungan secara rasional antara yang satu dan lainnya, sehingga kalimat-kalimat didalam pragfraf itu akan dibangun secara satu dan padu, kalimat-kalimat di dalam sebuah juga masih harus didukung penataannya dengan peranti konjungsi dan kata ganti. Adapun yang dimaksud dengan konjungsi atau kata penghubung adalah kata yang bertugas menghubungkan atau menyambungkan ide atau pikiran yang ada dalam sebuah kalimat dengan ide atau pikiran pada kalimat yang lainnya.
Konjungsi atau kata penghubung itu dapat dibedakan menjadi bermacam- macam, ada yang letaknya antarkalimat dan ada yang letaknya intrakalimat. Konjungsi antarkalimat di dalam sebuah paragraf bertugas untuk menyambungkan atau menghubungkan ide antara kalimat yang satu dan lainnya. Kata penghubung seperti ‘sebelumnya’ atau ‘selanjutnya’ atau ‘setelah itu’ atau ‘berikutnya’ jelas sekali dapat digunakan dalam posisi antarkalimat.
1.               Pengait berupa Konjungsi Intrakalimat
Konjungsi intrakalimat pada kalimat-kalimat sebuah paragraf dapat menandai atau mengaitkan hubungan-hubungan berikut ini.
a.       Hubungan aditif (penjumlahan): dan, bersama, serta.
b.      Hubungan adversatif (pertentangan): tetapi, tapi, melainkan .
c.       Hubungan alternatif (pemilihan): atau, ataukah.
d.      Hubungan sebab: sebab, karena, lantaran, gara-gara.
e.       Hubungan akibat: hasilnya, akibatnya, akibat.
f.       Hubungan tujuan: untuk, demi, agar, biar, supaya.
g.      Hubungan syarat: asalkan, jika, kalau, jikalau.
h.      Hubungan waktu: sejak, sedari, ketika, sewaktu, waktu, saat, tatkala, selagi, selama,seraya, setelah, sesudah, seusai, begitu, hingga.
i.        Hubungan konsesif: sungguhpun, biarpun, meskipun, walaupun, sekalipun, kendatipun, betapapun.
j.        Hubungan cara: tanpa, dengan.
k.      Hubungan kenyataan: bahwa.
l.        Hubungan alat: dengan, tidak dengan, memakai, menggunakan, mengenakan, memerantikan.
m.    Hubungan ekuatif (perbandingan positif, perbandingan menyamakan): sebanyak, seluas, selebar, sekaya.
n.      Hubungan komparatif (perbandingan negatif, perbandingan membedakan): lebih dari, kurang dari, lebih sedikit daripada, lebih banyak daripada.
o.      Hubungan hasil: sampai, sehingga, maka, sampai-sampai.
p.      Hubungan atributif restriktif (hubungan): yang.
q.      Hubungan atributif tak restriktif (hubungar menerangkan tidak mewatasi) : yang (biasanya diawali dengan tanda koma).
r.        Hubungan andaian: andaikata, seandainya, andaikan, kalau saja, jika saja, jikalau, jika, bilamana, apabila, dalam hal, jangan-jangan, kalau-kalau.
s.       Hubungan optatif (harapan): mudah-mudahan, moga-moga, semoga, agar.
2.                    Pengait berupa Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat harus secara tegas dibedakan dari konjungsi intrakalimat. Di dalam konjungsi intrakalimat terdapat konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif seperti yang sudah dijelaskan terperinci pada bagian di depan tadi. Konjungsi intrakalimat beroperasi di dalam tataran kalimat itu. Berbeda dengan semuanya itu, konjungsi antarkalimat beroperasi pada tataran yang berada di luar kalimat itu sendiri.
Dengan demikian, harus dikatakan bahwa yang dihubungkan arau dikaitkan itu adalah ide atau pikiran yang berada di dalam kalimat itu dengan ide atau pikiran yang berada di luar kalimat tersebut. Konjungsi tersebut menghubungkan antara ide yang ada dalam sebuah kalimat dan ide yang berada di dalam kalimat yang lain, konjungsi demikian itu disebut sebagai konjungsi antarkalimat.
Adapun konjungsi antarkalimat yang mengemban hubungan-hubungan makna tertentu tersebut adalah sebagai berikut: ‘biarpun demikian, ‘biarpun begitu’, ‘sekalipun demikian’, ‘sekalipun begitu’, ‘walaupun demikian’, ‘walaupun begitu’, ‘meskipun demikian’, ‘meskipun begitu’, ‘sungguhpun demikian’, 'sungguhpun begitu’, ‘kemudian’, 'sesudah itu’, ‘setelah itu’, ‘selanjutnya’, ‘tambahan pula’, ‘lagi pula’, ’selain itu’, ‘seba1iknya’, 'sesungguhnya’, ‘bahwasanya’, ‘malahan’, ‘malah’, ‘bahkan’,’akan tetapi’, ‘namun’, ‘kecuali itu’, ‘dengan demikian’, ‘oleh karena itu’, ‘oleh sebab itu’, ‘sebelum itu’.
Lebih lanjut dapat ditegaskan bahwa konjungsi-konjungsi yang disebutkan di depan itu dapat menandai hubungan-hubungan makan berikut ini.
a.         Hubungan makna pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya: biarpun begitu, biarpun demikian, sekalipun demikian, sekalipun begitu, walaupundemikian, walaupunbegitu, meskipun demikian, sungguhpun begitu, sungguhpundemikian, sungguhpun begitu, namun, akan tetapi.
b.         Hubungan makna kelanjutan dari kalimat yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya: kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya.
c.         Hubungan makna bahwa terdapat peristiwa, hal, keadaan di luar dari yang dinyatakan sebelumnya: tambahan pula, lagi pula, selain itu.
d.        Hubungan makna kebalikan dari yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya: sebaliknya, berbeda dari itu, kebalikannya.
e.         Hubungan makna kenyataan yang sesungguhnya: sesungguhnya, bahwasanya, sebenarnya.
f.          Hubungan makna yang menguatkan keadaan yang disampaikan sebelumnya: malah, malahan, bahkan.
g.         Hubungan makna yang menyatakan keeksklusifan dan keinklusifan: kecuali itu.
h.         Hubungan makna yang menyatakan konsekuensi: dengan demikian.
i.           Hubungan makna yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya : sebelum itu.
3.               Pengait berupa Konjungsi Korelatif
Konjungsi korelatif terdiri atas dua unsur yang dipakai berpasangan. Bentuk berpasangan demikian itu bersifat idiomatis, jadi tidak bisa dimodifikasi denganbegitu saja. Adapun contoh konjungsi korelatif tersebut adalah sebagai berikut: antara...dan, dari...hingga, dari...sampai dengan, dari...sampai ke, dari...sampai, dari....ke, baik...maupun, tidak hanya...tetapi juga, bukan hanya...melainkan juga, demihian....sehingga, sedemikian rupa...sehinga, apakah...atau, entah...entah, jangankan...pun.

4.               Pengait berupa Preposisi
Preposisi atau kata depan dapat dikatakan sebagai kelas kata dalam sebuah bahasa yang sifatnya tertutup. Dikatakan tertutup karena jumlahnya terbatas dan tidak berkembang seperti kelas-kelas kata yang lainnya. Berbeda dengan konjungsi yang lazimnya diikuti oleh klausa, preposisi atau kata depan selalu diikuti oleh kata atau frasa. Preposisi atau kata depan itu juga menandai hubungan makna antara kata atau frasa yang mengikutinya, dengan kara atau frasa lain yang ada di dalam kalimat itu.
Dengan demikian, hubungan makna demikian itu perlu pula dicermati dan diperhatikan dalam kerangka penyusunan paragraf yang efektif ini.
Berikut ini hubungan-hubungan makna yang dinyatakan oleh proporsi atau kata depan.
a.         Hubungan makna keberadaan: di, pada, di dalam, di atas, di tengah, di bawah, di luar, di sebelah, di samping.
b.         Hubungan makna asal: dari, dari dalam, dari luar, dari atas, dari bawah, dari samping, dari belakang, dari muka.
c.         Hubungan makna arah: ke, menuju, ke daram, ke luar, ke samping, ke atas, ke muka, kepada.
d.        Hubungan makna alat: dengan, tanpa dengan.
e.         Hubungan makna kepesertaan: dengan, bersama.
f.          Hubungan makna cara: secara, dengan,
g.         Hubungan makna peruntukan: untuk, bagi, demi.
h.         Hubungan makna sebab atau alasan: karena, sebab.
i.           Hubungan makna perbandingan: daripada, ketimbang.
j.           Hubungan makna pelaku perbuatan atau agentif: oleh.
k.         Hubungan makna batas: hingga, sampai.
l.           Hubungan makna perihwalan: tentang, mengenai, perihal, ihwal.
5.                    Pengait dengan Teknik pengacuan
Selain konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat serta preposisi atau kata depan yang masing-masing juga menandai hubungan makna tertentu, teknik-teknik pengacuan tertentu juga dapat digunakan sebagai peranti pengait. Pengacuan-pengacuan termaksud dapat bersifat endoforis, tetapi juga dapat bersifat eksoforis. Pengacuan endoforis menunjuk pada bentuk kebahasaan, yang berada di dalam kalimat itu, sedangkan pengacuan eksoforis menunjuk pada bentuk yang berada di luar pembahasaan.
Jadi, yang disebut terakhir ini harus dikaitkan dengan konteks luar kebahasaannya. Berikut ini pengacuan-pengacuan yang bersifat endoforis itu disampaikan satu demi satu.
a.       Hubungan pengacuan dengan kata ‘itu’.
b.      Hubungan pengacuan dengan kata ‘begitu’.
c.       Hubungan pengacuan dengan ‘begitu itu’.
d.      Hubungan pengacuan dengan ‘demikian itu’.
e.       Hubungan pengacuan dengan ‘tersebut’.
f.       Hubungan pengacuan dengan ‘tersebut itu’.
g.      Hubungan pengacuan dengan pronomina ‘-nya’.
6.                    Pengait yang Memerantikan Kalimat
Unsur-unsur pengait di dalam paragraf ternyata tidak hanya berupa kata dan frasa seperti yang sebagian terbesar sudah disampaikan di bagian depan. Adakalanya pula, unsur pengait itu berupa kalimat. Kalimat demikian itu lazimnya terdapat di awal paragraf yang di dalam karangan berfungsi untuk menuntun kalimat-kalimat yang akan hadir selanjutnya. Kalimat yang menuntun itu juga berkaitan dengan kalimat-kalimat yang ada pada paragraf sebelumnya.

2.6       Prinsip Kepaduan Bentuk dan Makna Paragraf
Paragraf yang baik harus memenuhi beberapa syarat di antaranya adalah syarat kepaduan bentuk dan syarat kepaduan makna. Paragraf yang baik adalah paragraf yang semua unsur kebahasaannya menjamin kepaduan bentuk bagi keberadaan paragraf itu. Kalimat-kalimat dan unsur-unsur kebahasaan lainnya menjamin keberadaan paragraf itu. Unsur-unsur pengait paragraf, berikut aneka macam model penunjukan hubungan makna sebagaimana disebutkan di bagian depan, semuanya akan bermanfaat bagi upaya menjamin kepaduan bentuk paragraf.
Adapun kepaduan makna di dalam sebuah paragraf ditunjukkan dengan kehadiran ide atau pikiran yang satu dan yang tidak terpecah-pecah di dalam paragraf itu. Kalau di dalam kepaduan bentuk paragraf dipersyaratkan tidak adanya kalimat dan unsur kebahasaan lain yang sumbang, yang tidak mendukung keberadaan paragraf itu, sebaliknya di dalam kepaduan makna paragraf dipersyaratkan tidak boleh adanya ide atau pikiran yang rerpecah atau terbelah.
Jadi, ide pokok di dalam sebuah paragraf itu tidak boleh lebih dari satu dan ide pokok yang hanya satu tersebut harus dijabarkan secara terperinci hingga menjadi benar-benar tuntas dalam satu paragraf. Berkaitan dengan semuanya itu, prinsip-prinsip berikut ini perlu sekali dicermati dan diperhatikan untuk membangun konstruksi paragraf yang padu baik bentuk maupun maknanya.
1.                    Prinsip Kesatuan Pikiran
Di depan sudah disampaikan bahwa di dalam sebuah paragraf harus terdapat prinsip kesatuan ide atau pikiran. Di dalam sebuah paragraf tidak dimungkinkan terdapat lebih dari satu ide atau pikiran. Pikiran atau ide yang hanya ada satu tersebut selanjutnya harus dijabarkan dengan terperinci dengan jelas, dan tuntas lewat kalimat-kalimat penjelas di dalam paragraf itu. Kalimat penjelas tersebut mencakup baik yang sifatnya mayor maupun yang sifatnya minor.
Bahkan bila masih dimungkinkan untuk dijabarkan lebih lanjut, kalimat penjelas yang sifatnya minor tersebut masih dapat dijabarkan lagi menjadi kalimat-kalimat penjelas yang sifatnya sub-minor (minor-minor sentence). Masih dalam kerangka menjamin kepaduan makna paragraf seperti yang disebutkan di depan, ide atau pikiran yang telah dijabarkan ke dalam kalimat-kalimat penjelas baik yang sifatnya mayor, minor maupun sub-minor seperti di atas itu, di akhir paragraf masih dimungkinkan pula disajikan satu kalimat penegas. Harus dicatat di sini bahwa kalimat penegas pada akhir paragraf itu bukanlah ide atau pikiran pokok yang hadir ganda dengan yang telah muncul sebelumnya. Kalimat penegas pada akhir paragraf itu semata-mata berfungsi sebagai peranti untuk menjamin agar kepaduan makna paragraf dapat terwujud.
Jadi, prinsip kepaduan kesatuan ide atau kesatuan pikiran ini menjadi sangat penting untuk menjadikan konstruksi paragraf yang benar-benar efektif dan padu makna.
2.                    Prinsip Ketuntasan Pemaparan
Ide atau pikiran pokok dalam sebuah paragraf harus diuraikan secara tuntas. Adapun yang dimaksud dengan tuntas adalah bahwa di belakang ide atau pikiran pokok yang sedang dijabarkan tersebut, tidak ada lagi sisa-sisa atau serpihan-serpihan ide atau pikiran yang belum terjabarkan. Ketika kalimat-kalimat penjelas di dalam paragraf sedang menerangkan segala sisi dan dimensi dari ide atau pikiran pokok itu, biarkan terus proses penjelasan atau pemaparan itu terjadi. Jangan pernah berhenti memaparkan ide pokok, bahan dari segala sudut dan dimensinya, sebelum penjabaran itu benar-benar selesai atau tuntas.
Oleh karena itu, panjang pendeknya sebuah paragraf tidak dapat digunakan sebagai acuan sudah tuntas atau belum tuntasnya sebuah penjabaran ide pokok. Bisa jadi paragraf yang dari dimensi kuantitas kalimatnya tidak banyak, tetapi dari dimensi ketuntasan penjabarannya sudah dapat dikatakan baik. Bisa jadi pula paragraf yang tampaknya panjang, bahkan sangat panjang, malahan tidak tuntas menjelaskan segala sisi dan sudut ide atau pikiran pokok itu.
Jadi, paragraf yang baik adalah paragraf yang benar-benar tuntas dari dimensi penjabaran atau pemaparan ide pokoknya. Kalimat utama sudah dijabarkan secara terperinci dalam kalirnat penjelas mayor dan kalimat penjelas mayor sudah diperinci lebih lanjut ke dalam kalimat-kalimat penjelas minor. Pada akhirnya, kalimat penegas masih dinyatakan di akhir paragraf untuk menjamin bahwa pemaparan yang baik dan terurai itu ditutup dengan kalimat penegas. Jika konstruksi paragraf demikian ini yang dilakukan oleh seorang penulis, maka paragraf demikian inilah paragraf yang memiliki ciri ketuntasan tinggi.
3.                    Prinsip Keruntutan
Dengan prinsip keruntutan dimaksudkan, kalimat-kalimat di dalam sebuah paragraf itu disusun secara urut. Adapun yang dimaksud adalah bahwa jabaran ide atau pikiran pokok dalam sebuah paragraf itu tidak melompat-lompat. Keurutan atau keruntutan demikian ini mengandaikan ada prinsip urutan tertentu yang memang diikuti oleh seorang penulis.
Jadi, keruntutan iru sesungguhnya tidak dapat dijelaskan dari alur pikir. Bilamana alur pikir itu bersifat umum-khusus, maka konsistenlah dalam menyusun kalimat-kalimat yang ada, mulai dari dimensi-dimensi yang besar, ke dimensi yang lebih kecil, ke dimensi yang lebih kecil lagi, ke dimensi yang paling kecil. Bentuk yang paling kecil demikian inilah yanglazim kita sebut sebagai bentuk yang paling terjabar dalam alur pikiran umum-khusus. Sebaliknya jlka pemaparan itu harus setia dengan alur pikir khusus-umum, maka penjabaran harus dimulai dengan hal-hal yang sangat terperinci, menuju ke dimensi yang sedikit lebih besar, menuju ke dimensi yang lebih besar lagi, dan akhirnya berhenti pada dimensi yang paling besar.
Dimensi yang paling besar inilah yang dimaksud dengan dimensi yang paling umum dalam sebuah paragraf. Bila suatu saat alur kesejarahan atau kediakronisan harus diikuti oleh seorang penulis, maka silakan ditentukan dimensi waktunya dengan cermat, apakah akan dimulai dari yang paling baru menuju yang paling lama, ataukah sebaliknya dari yang paling lama ke dalam yang terbaru. Bilamana seorang penulis paragraf harus memberikan deskripsi atau pemerian dari sebuah objek, tentukanlah dimensi tertentu yang dapat digunakan untuk memulai pemerian anda itu. Apakah harus dimulai dari dimensi depan lalu secara urut berjalan ke belakang, ataukah dari samping kanan, terus beranjak ke samping kiri, dan seterusnya.
Jadi, cara-cara yangdisampaikan di depan akan sangat diperlukan dalam menjamin keruntutan atau keurutan paragraf. Coba ikuti prinsip di atas itu ketika Anda harus menulis sebuah paragraf, atau bisa juga beberapa paragraf. Jangan pernah menulis paragraf dengan dimensi yang tidak jelas. Harus selalu menulis paragraf dengan alur pikiran yang runtun dan terurai jelas.

2.7       Macam-Macam paragraf
Paragraf dalam sebuah karangan biasanya terbagi dalam tiga macam, yakni paragraf pembuka, paragraf pengembang, dan paragraf penutup. Karangan atau tulisan minimal dalam bidang apa pun, hampir selalu memiliki konstruksi tiga paragraf demikian ini. Pada konteks surat-menyurat atau korespondensi, prinsip tiga paragraf demikian ini juga berlaku. Sebuah surat akan dikatakan baik bila memiliki kualifikasi yang baik pada tiga jenis paragraf seperti yang disebutkan di depan itu.
Sebuah karya ilmiah, baik populer maupun itu akademik yang berlaku universal juga mengikuti prinsip penjenisan itu. Esei ilmiah yang ditulis untuk sebuah media massa, mungkin wujudnya kolom, catatan, opini, feature, atau yang lainnya, juga dipastikan akan memakai penjenisan paragraf yang demikian ini.
1.                    Paragraf pembuka
Dapat dikatakan sebagai paragraf pembuka karena tugas pokoknya memang adalah untuk membuka dan mengantarkan pembaca agar dapat memasuki paragraf-paragraf pengembang yang akan dihadirkan kemudian. Sebagai pembuka atau pengantar, paragraf pembuka harus dibuat menarik  atau  memikat pembaca agar merek mau meneruskan masuk ke dalam paragraf-paragraf yang selanjutnya. Untuk maksud-maksud yang sifatnya khusus, dapat pula sebuah paragraf dilengkapi dengan sitiran yang penting dari seorang tokoh, atau mungkin juga dari seorang filsuf, sehingga paragraf pembuka itu benar-benar akan dapat memiliki arti signifikan bagi pembaca dan pembaca bakal dapat terus masuk ke dalam bagian-bagian yang selanjutnya. Untuk  karangan ilmiah yang bersifat akademik formal, bisa juga dicantumkan latar belakang masalah dan permasalahan yang hendak diangkat di dalam tulisan itu.
Demikian pula dengan tujuan penulisannya tidak juga dilarang dimasukkan di dalam paragraf pembuka yang demikian ini.

2.                    Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi inti atau esensi pokok beserta seluruh jabarannya dari sebuah karya tulis itu sendiri. Dengan paragraf pengantar, para pembaca budiman sesungguhnya dibawa dan diarahkan untuk dapat masuk ke dalam paragraf-paragraf pengembang ini. ukuran dari paragraf pengembang tidak pernah ditentukan dalam sebuah karya ilmiah. Banyak sedikitnya paragraf sesungguhnya. tidak dapat digunakan sebagai parameter baik atau tidaknya paragraf pengembang dari sebuah karya ilmiah. Bisa jadi, paragraf pengembang yang berpanjang-panjang sama sekali tidak dapat menyampaikan esensi dari karangan atau tulisan itu.
Demikian sebaliknya, paragraf pengembangan yang hanya pendek saja tidak dapat digunakan sebagai peranti dan justifikasi untuk mengatakan bahwa paragraf pengembang itu tidak baik. Jadi, yang menjadi parameter atau ukuran itu adalah ketuntasan dari pemaparan atau penguraian tema karangan dan kalimat tesis yang ada dalam karangan atau tulisan itu.

3.                    Paragraf Penutup
Paragraf penutup bertugas mengakhiri sebuah tulisan atau karangan. Semua karanganpasti diakhiri dengan paragraf penutup untuk menjamin bahwa permasalahan yang dipampangkan pada awal paragraf karangan itu terjawab secara jelas tegas dan tuntas di dalam paragraf-paragraf pengembang, dan disimpulkan atau ditegaskan kembali di dalam paragraf penutup.
Jadi, isi paragraf penutup itu dapat berupa simpulan atau penegasan kembali pemaparan yang telah disajikan sebelumnya. Adakalanya pula sebuah paragraf penutup berisi rangkuman dari perincian-perincian jabaran yang telah dilakukan sebelumnya di dalam bagian isi karangan atau tulisan.
Selain itu, paragraf penutup dalam karangan ilmiah juga bertugas untuk meninggalkan bahan-bahan perenungan yang bisa disajikan di dalam bentuk kalimat tanya reflektif dan retoris. Bukanlah maksud dari pertanyaan itu untuk mengundang jawaban yang baru di dalam paragraf itu, tetapi dengan pertanyaan itu, segala persoalan dan jawaban yang telah disampaikan di dalam tulisan atau karangan itu dipersilakan untuk dibatinkan di kedalaman hati para pembaca budiman.

2.8       Ciri-ciri paragraf
Ciri-ciri dari sebuah paragraf adalah.
1.         Kalimat pertama bertakuk ke dalam lima ketukan spasi untuk jenis karangan ilmiah formal misalnya: makalah, skripsi, tesis, dan disertai. Karangan berbentuk turus yang tidak bertakuk ditandai dengan jarak spasi merenggang, satu spasi lebih banyak daripada jarak antarbaris lainnya.
2.         Paragraf menggunakan pikiran utama (gagasan utama) yang diyatakan dalam kalimat topik.
3.         Setiap paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya merupakan kalimat pengembang yang berfungsi menjelaskan, menguraikan, atau menerangkan pikiran utama yang ada dalam kalimat topik.
4.         Paragraf menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang dinyatakan dalam kalimat penjelas.

2.9       Fungsi Paragraf
Fungsi dari sebuah paragraf adalah.
1.      Mengekspresikan gagasan tulisan dengan memberi bentuk suatu pikiran dan perasaan ke dalam serangkaian kalimat yang tersusun secara logis dalam suatu kesatuan.
2.      Menandai peralihan (pergantian) gagasan baru bagi karangan yang terdiri dari beberapa paragraf, ganti paragraf berarti ganti pikiran
3.      Memudahkan pengorganisasian gagasan bagi penulis dan memudahkan pemahaman bagi pembacanya.
4.      Memudahkan pengembangan topik karangan ke dalam satuan-satuan unit pikiran yang lebih kecil.
5.      Memudahkan pengendalian variabel terutama karangan yang terdiri dari beberapa variabel.

2.10     Jenis-jenis Paragraf
1.             Berdasarkan Letak Kalimat Utama
·                Paragraf Deduktif
Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas.
·                Contoh Paragraf deduktif:
            Kemauannya sulit untuk diikuti. Rapat sebelumnya sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Perencanaan penggunaan dana belum disahkan. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya membuka usaha baru.
Keterangan :Kalimat yang tercetak miring sebagai pokok pikiran sedangkan yang lain sebagai penjelas.
·                     Paragraf Induktif
Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik
·                     Contoh Paragraf Induktif :
Semua orang menyadari bahwa bahasa merupakan sarana pengembangan budaya. Bahasa menjadi penyatu pribadi yang kuat di kalangan masyarakat. Tanpa bahasa, sendi-sendi kehidupan akan lemah. Komunikasi tidak lancar. Informasi tersendat-sendat. Memang bahasa alat komunikasi yang penting, efektif, dan efisien.


·                    Paragraf Campuran
Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri dengan kalimat topik. Kalimat topik yang ada pada akhir paragraf merupakan penegasan dari awal paragraf.
Contoh Paragraf Campuran:
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik sarana komunikasi yang sederhana maupun yang modern. Tanpa komunikasi, sendi-sendi kehidupan akan lemah. Informasi tersendat-sendat. Kebudayaan dan peradaban manusia tidak akan bisa maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi.
2.             Berdasarkan Tujuannya
·               Paragraf Narasi ( Menceritakan )
Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang di dalamya terdapat alur cerita, setting, tokoh dan konflik tetapi tidak memiliki kalimat utama.
Ciri-cirinya: ada kejadian, ada palaku, dan ada waktu kejadian.
Contoh Paragraf Narasi :
Jam istirahat. Roy pergi ke perpustakaan. Dia tengah menulis sesuatu di buku agenda sambil menikmati bekal dari rumah. Sesekali kepalanya menengadah ke langit-langit perpustakaan, mengernyitkan kening, tersenyum dan kembali menulis. Asyik sekali, seakan di ruang perpustakaan hanya ada dia.
·                    Paragraf Deskripsi ( Menggambarkan )
Paragraf deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa melihat, mendengar, atau merasa objek yang digambarkan itu. Objek yang dideskripsikan dapat berupa orang, benda, atau tempat.
Ciri-cirinya: ada objek yang digambarkan atau menggunakan pancaindera.


Contoh Paragraf Deskripsi :
            Perempuan itu tinggi semampai. Jilbab warna ungu yang menutupi kepalanya membuat kulit wajahnya yang kuning nampak semakin cantik. Senyumnya yang indah menghipnotis. Matanya bulat bersinar disertai bulu mata yang tebal. Hidungnya mancung sekali mirip dengan para wanita palestina.
·                    Paragraf Persuasi ( Mengajak )
Paragraf persuasi adalah paragraf yang mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu.
Ciri-cirinya : ada bujukan atau ajakan untuk berbuat sesuatu.
Contoh Paragraf Persuasi :
            Susu sangat baik untuk kesehatan kita. Susu mengandung banyak kalsium yang sangat berguna untuk pertumbuhan tulang kita. Selain itu, susu juga memiliki banyak protein yang bisa membantu meningkatkan kecerdasan otak kita. Dengan minum susu akan membuat kita terasa gampang dalam beraktivitas. Oleh karena itu, marilah kita perbanyak meminum susu.
·                    Paragraf Argumentasi ( Pendapat )
Paragraf argumentasi adalah sebuah paragraf yang menjelaskan pendapat dengan berbagai keterangan dan alasan. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca.
Ciri-cirinya: ada pendapat dan ada alasannya.
Contoh Paragraf Argumentasi :
            Sebagian anak Indonesia belum dapat menikmati kebahagiaan masa kecilnya. Pernyataan demikian pernah dikemukakan oleh seorang pakar psikologi pendidikan Sukarton (1992) bahwa anak kecil di bawah umur 15 tahun sudah banyak yang dilibatkan untuk mencari nafkah oleh orang tuanya. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya anak kecil yang mengamen atau mengemis di perempatan jalan atau mengais kotak sampah di TPA, kemudian hasilnya diserahkan kepada orang tuanya untuk menopang kehidupan keluarga. Hal ini juga tampak masih banyak anak kecil yang mengemis untuk mereka sendiri karena mereka ditinggal dan tidak mengenal kedua orang tuanya. Lebih-lebih sejak negeri kita terjadi krisis moneter, kecenderungan orang tua mempekerjakan anak sebagai penopang ekonomi keluarga semakin terlihat di mana-mana.
·                     Paragraf Eksposisi ( Menjelaskan )
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang berisi ide, pendapat, buah pikiran, informasi, atau pengetahuan yang ditulis dengan tujuan untuk memperluas wawasan pembaca.
Ciri-cirinya: biasanya terdapat kata “adalah” dan merupakan informasi.
Contoh Paragraf Eksposisi :
            Ciplukan adalah tumbuhan semak yang biasa tumbuh di tanah-tanah kosong yang tidak terlalu becek dan hanya bisa ditemukan saat musim penghujan. Tumbuhan ini biasanya mempunyai tinggi antara 30-50 Cm, batangnya berwarna hijau kekuningan, buahnya berbentuk bulat dan berwarna kuning. Di saat awal musim kemarau, tumbuhan ini berwarna kuning pucat dan akhirnya mati. Selain mempunyai rasa yang manis, ternyata buah ciplukan menyimpan beberapa khasiat penting untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Secara umum ditemukan di daerah pedesaan yang memiliki udara dingin.
3.                  Berdasarkan Pola Pengembangannya :
a.         Pola umum-khusus
Pola ini diawali dengan pernyataan yang sifatnya umum dengan ditandai kata banyak, umumnya kemudian dijelaskan dengan rincian - rincian.
b.         Pola khusus-umum
Pola ini merupakan kebalikan dari pola umum-khusus, yaitu diawali dengan rincian - rincian dan diakhiri pernyataan yang bersifat umum.
c.         Pola definisi luas
 Pola ini digunakan sebagai usaha penulis untuk memberkan keterangan atau arti terhadap sebuah kata atau suatu hal.



d.         Pola proses
Pola ini merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu atau perurutan dari suatu kejadian atau peristiwa.
e.         Pola sebab-akibat
Pola ini dilakukan dengan mencantumkan sebab-sebab suatu hal terjadi dan diikuti dengan akibat yang ditimbulkan oleh sebab-sebab tersebut.
f.          Pola ilustrasi
Pola ini dilakukan ketka ditemukan sebuah gagasan yang masih terlalu umum sehingga dibutuhkan ilustrasi-ilustrasi yang bersifat konkret.
g.         Pola pertentangan dan perbandingan
Pola pertentangan digunakan ketka kita membahas suatu persoalan dengan cara mengontraskan dengan masalah lain, sedangkan pola perbandingan digunakan ketika membahas dua hal atau objek berdasarkan persamaan dan perbedaan-perbedaannya.
h.         Pola analisis
Pola ini digunakan ketika menjelaskan suatu hal atau gagasan yang sifatnya umum ke dalam perincian-perincian yang logis dan analitis.
i.          Pola klasifikasi
Pola ini digunakan untuk mengelompokkan hal, peristiwa, atau benda yang dianggap memiliki kesamaan-kesamaan tertentu.
j.          Pola seleksi
Pola ini dilakukan dengan cara memilih perbagian dengan didasarkan atas fungsi, kondisi, atau bentuknya.
k.         Pola titik pandang
Pola ini dilakukan dengan cara melihat kedudukan pengarang dalam menceritakan atau melihat sesuatu.
l.          Pola dramatis
Pola ini dilakukan dengan cara penceritaan tidak langsung atau melalui dialog-dialog.

m.        Analogi
Pola ini dilakukan dengan membandingkan dua benda yang banyak kesamaan sifatnya.
n.         Generalisasi
Pola ini dilakukan dengan cara menarik sebuah kesimpulan umum dari beberapa data yang dimiliki.

2.11     Syarat Penyusunan Paragraf
Paragraf yang baik menuntut adanya prisip-prinsip (1) kesatuan, (2) kepaduan, dan (3) pengembangan. Kesatuan menunjukkan pengertian bahwa kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf mendukung satu tema/pikiran. Kepaduan mengacu kepada hubungan yang harmonis antarkalimat dalam paragraf, sedangkan pengembangan mengacu kepada teknik penyusunan gagasan-gagasan dalam paragraf.
1.               Kesatuan
Pembicaraan tentang kesatuan dalam paragraf menyangkut pembicaraan tentang gagasan utama dan gagasan tambahan. Keduanya tampak pada kalimat utama dan kalimat penjelas. Posisi kalimat utama dan dan kalimat penjelas tidak selalu tetap. Kalimat utama dapat mengambil posisi di awal paragraf, di akhir paragraf, di awal dan akhir paragraf sekaligus, atau di seluruh kalimat dalam paragraf.
·                    Paragraf Deduktif
Contoh:
Sebagai telah penulis katakan di depan, sebuah karangan argumentasi dikembangkan dalam dua kemungkinan cara, yakni cara induktif dan cara deduktif. Cara induktif, pengarang memulai dari suatu kenyataan ke kenyataan lainnya dan mengakhirinya dengan suatu generalisasi. Sebaliknya, cara deduktif akan bermula dengan satu generalisasi, yaitu satu anggapan umum, lalu mencari bukti-bukti dan kenyataan-kenyataan untuk membenarkannya. Dalam penulisan dua cara ini harus dilakukan dengan seimbang dan saling mengisi. Suatu paragraf dikatakan baik jika memiliki kesatuan dari unsur penyusunnya.
·                    Paragraf Induktif
Contoh:
            Komunikasi terjadi dengan baik jika  kedua belah pihak memerlukan bahasa yang bisa dipakai dan dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi itu dapat disebut bunyi bahasa jika dihasilkan oleh alat bicara manusia. Tanpa bunyi, sendi-sendi dalam masyarakat akan lemah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bunyi bahasa itu sebagai alat pelaksana bahasa.
·                    Paragraf Repetitif
Contoh:
            Fonemisasi merupakan prosedur atau cara menemukan fonem-fonem yang ada dalam suatu bahasa. Karena bunyi bahasa banyak sekali jumlahnya, fonemisasi tidak berusaha untuk mencatat semua bunyi yang ditemukan. Tentunya, fonemisasi merupakan prosedur menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan arti.
·                    Paragraf Deskriptif
Contoh:
            Pintu jendela dan rumah tetap tertutup. Cahaya lampu tiada tampak. Suasananya sepi. Udara terasa dingin. Kesempatan beristirahat setelah sesiang tadi bekerja keras di sawah, dipergunakan sebaik-baiknya oleh penghuninya.
2.                    Kepaduan
Kepaduan sebuah paragraf dapat didukung oleh beberapa cara: (1) pengulangan kata-kata kunci, (2) pemakaian kata ganti tertentu, dan (3) pemakaian kata-kata transisi.
·                    Pemakaian Kata Kunci
Contoh:
            Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya, bunyi-bunyi itu dikelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem. Fonem inilah yang dijadikan objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seluruh bahasa yang bisa dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik. Bunyi-bunyi bahasa yang fungsionallah yang menjadi bagian fonemik
·                    Pemakainan Kata Ganti Tertentu
Contoh:
            Dialog Utara Selatan tidak dapat dipisahkan dari krisis ekonomi dunia dan juga tidak dapat ditunda untuk memberikan perhatian kepadanya sampai krisis tersebut dipecahkan dan penyembuhan sudah berjalan. Di dalam lampiran, kami membuat usulan untuk menyuntikkan tujuan baru di dalam dialog itu. Inilah suatu urgenisasi yang baru diperoleh. Situasi menyedihkan akan dihadapi negara-negara dan interpedensi yang dramatik antara utara dan selatan di dalam bidang-bidang seperti perdagangan dan keuangan membuatnya menjadi jelas. Akan tetapi, resensi ekonomi global dan kemacetan dialog utara-selatan saling memperkuat satu sama lain, dan dialog menjadi mati dan tidak produktif. Bagaimana lingkaran setan ini bisa dipecahkan?
·                    Pemakaian Kata-Kata Transisi
            Agar perpindahan dari kalimat satu ke kalimat berikutnya mengalir dengan baik, tidak jarang digunakan kata sambung atau konjungsi. Secara umum kata sambung dibedakan ke dalam beberapa kategori: (1) kata sambung intrakalimat, (2) kata sambung antarkalimat, (3) kata sambung antarparagraf.
            Yang termasuk kata sambung jenis ini adalah dan, atau, yang, tetapi, sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai, jika, kalau, asal(kan), bila, manakala,
andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya, agar, supaya, biar, biarpun, meski(pun), sekalipun, walau(pun), sungguhpun, kendati(pun), seolah-olah, seakan-akan, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, sebab, oleh karena, (se)hingga, sampai, maka, bahwa, dengan, baik ... maupun ..., demikian ... sehingga, apakah ... atau ...., entah ..., jangankan ..., .... pun. ....

            Kata sambung antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Kata sambung ini selalu mengawali kalimat, penulisannya selalu diawali dengan huruf kapital. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah biarpun demikian, biarpun begitu, sekalipun, begitu, sungguhpun demikian, meskipun begitu, meskipun demikian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya, tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhpun, malah (an), bahkan, akan tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, dan sebelum itu.
            Kata sambung antarparagraf menghubungkan satu paragraf dengan paragraf yang lain. Kata sambung ini mengawali sebuah paragraf. Hubungan dengan paragraf sebelumnya berdasarkan makna yan terkandung dalam paragraf sebelumnya. Yang termasuk kata sambung jenis ini adalah dalam hubungan ini, dalam pada itu, berbeda dengan itu, adapun,sebagai perbandingan, dan sebagainya.
Contoh:
            Hubungan ini menjelaskan bahwa perencanaan sangat erat hubungannya dengan filsafat yang dianut oleh suatu negara, terutama perencanaan di bidang sosial. Hal ini berlaku pula untuk perencanaan komunikasi. Usaha utama dalam perencanaan komunikasi adalah mengelola proses penyesuaian diri dan berusaha memenuhi kebutuhan (komunikasi) dari sebanyak mungkin pihak, yang seringkali bertentangan dalam sistem dan dalam bidang kepentingannya. Sebagai akibatnya kontrol dan pengorganisasiannya akan meningkat. Hal ini akan memudahkan peramalan tingkah laku sosial, tetapi merupakan bahaya untuk kebebasan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, perencanaan dalam bidang komunikasi perlu diadakan secara terbatas pula.

2.12     Pengembangan paragraf
Pengembangan paragraf adalah rincian gagasan utama paragraf kalimat-kalimat penjelas.
Pengembangan paragraf mencakup dua hal yaitu :
1.                  perincian utama paragraf secara maksimal ke dalam gagasan bawahan atau kalimat-kalimat penjelas dan,
2.                  penyusunan gagasan bawahan atau kalimat penjelas tadi ke dalam urutan yang teratur dan logis.
·                Pengembangan paragraf itu dapat dilakukan dengan menggunakan :
1.             Metode Contoh ;
2.             Metode Analogi ;
3.             Metode Klimaks Antiklimaks ;
4.             Metode Perbandingan Dan Pertentangan ;
5.             Metode Klasifikasi ;
6.             Metode Kausal ;
7.             Metode Proses ;
8.             Metode Definisi ;
9.             Metode Deduksi ;
10.         Metode Induksi.
1.      Metode contoh dipergunakan untuk menjelaskan gagasan utama paragraf dengan kalimat-kalimat penjelas.
Kalimat penjelas yang berupa contoh :
a.                contoh-contoh spesifik,
b.                contoh-contoh seperlunya untuk menunjang suatu kesimpulan,
c.                contoh yang ada hubungan langsung dengan gagasan utama paragraf.
Sebelas tahun yang lalu di Indonesia mengimporkan gerbong - gerbong kereta api dari Perancis. Rupanya cukup mentereng, dan sebagian dilengkapi dengan alat-alat Air Conditioning. Manakah sekarang gerbong - gerbong itu ? sudah rusak dalam keadaan tak terpelihara, patut dipakai pada trayek-trayek tingkat 3 saja guna mengangkut anak - anak sekolah dan kaum petani dari pedusunan ke kota.
Sebuah contoh sama sekali tidak berfungsi untuk membuktikan pendapat seseorang, tetapi dipakai sekedar untuk menjelaskan maksud penulis.

2.                  Metode Analogi
Pengembangan paragraf model ini diperlukan untuk membandingkan suatu yang sudah dikenal umum dengan gagasan yang belum dikenal umum.
Contoh:
            Pengembangan teknologi sungguh menakjubkan. Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa kerbau. Jakarta – Surabaya telah dapat ditempuh dalam satu hari. Deretan kerbau yang panjang penuh barang dan orang hanya ditarik dengan kekuatan air semata. Jaringan kereta api, telah membelah-belah pulauku, asap yang mewarnai tanah airku, dengan garis hitam semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat. Kekuatan bukan lagi monopoli gajah dan badak tetapi telah diganti dengan benda-benda kecil buatan manusia.
3.                     Metode klimaks – antiklimaks
a.           Contoh metode klimaks
 Pengembangan komoditas kopi terlihat berbagai instansi yang menangani kegiatan produksi pengolahan, dan pemasaran. Berbagai  kegiatan pembinaan dalam pengembangan komoditi kopi harus didasarkan pada suatu kebijaksanaan komoditas yang konsisten dan terpadu. Kebijaksanaan produksi, pengolahan lahan, dan pemasaran-pemasaran itu harus secara konsisten dan terpadu membina peranan komoditas kopi dalam pembangunan nasional. Demikian pula untuk komoditas pertanian yang lain. Inilah yang disebut kebijaksanaan komoditas terpadu secara vertikal.
b.               Contoh Antiklimaks
                  Studi mengenai pembangunan di pedesaan Indonesia dari dimensi administrasi pembangunan pada hakikatnya memerlukan studi mengenai tiga perspektif. Pertama, kita memusatkan perhatian pada keadaan sumber-sumber yang utama di sekeliling mana penduduk pedesaan harus mengorganisasi eksistensinya, khususnya ciri - ciri yang terkait dengan masalah-masalah yang berskala nasional. Kedua, sebaiknya kita mengenal faktor-faktor sosial dan ekonomi yang menstrukturkan sifat interaksi di antara penduduk pedesaan, baik selaku pribadi maupun selaku anggota dari kesatuan sosial yang berbeda. Ketiga, kita memberi perhatian kepada pemerintah ( birokrasi ) baik sebagai pencerminan dari perspektif yang pertama maupun selaku pelopor perubahan.
4.                              Metode Perbandingan Pertentangan.
 Sesuatu yang akan diperbandingkan perlu diperhatikan untuk melihat segi kesamaan dan segi pertentangan.
Contoh :
                  Kata keadilan yang dikeluarkan jaksa penuntut umum terhadap seorang terdakwa yang tidak bersalah atau kata keadilan yang dikeluarkan seorang hakim yang menyatakan sesuai dengan kehendak penguasa atau karena telah menerima suap terlebih dahulu tentulah berbeda maknanya dari kata keadilan bagi yang terdakwa yang dijatuhi hukuman, sedangkan dia sama sekali tidak bersalah.
5.                              Metode Klasifikasi
                  Menjelaskan bagaimana suatu gagasan ( pokok ) menjadi anggota dari kelas yang lebih besar.
Contoh :
                              Tiap tahun industri mobil di seluruh dunia menghasilkan suatu peredaran model yang berbeda-beda, direncanakan untuk melihat berbagai umur, selera, dan kantong. Bagi orang-orang yang membutuhkan pengangkutan yang terpercaya dengan biaya pemakaian yang minimum, tersedia pilihan yang luas atas mobil-mobil kecil atau sedang. Yang berjarak tempuh jauh dengan bensin yang irit. Bagi kaum muda yang menginginkan model yang terakhir tersedia pilihan yang luas atas mobil - mobil sport, dan spesial. Bagi orang “bersifat muda”, orang setengah baya, kaum menengah yang menginginkan prestise digabungkan dengan gaya, ukuran, dan keenakan tersedia secara luas mobil - mobil besar lembut, lengkap dengan semua peralatan tambahan.
Akhirnya, bagi orang-orang yang benar - benar hanya tersedia kelas mobil pilihan yang tidak mewah, dibuat menurut selera langganan yang tidak mudah puas. Atas dasar keempat kategori ini saja, dapatlah dikatakan bahwa industri mobil memperagakan slogan para pedagang mobil : “ Bayarlah dan ambilah pilihan anda”.
6.                              Metode Kausal
                  Metode ini berfungsi sebagai gagasan paragraf dan akibat sebagai kalimat penjelas. Atau sebaliknya, akibat dapat berfungsi sebagai gagasan paragraf dan akibat sebagai kalimat penjelas.
Metode ini dapat :
1.                menentukan dengan jalan hubungan sebab akibat,
2.                membedakan sebab sebenarnya dari hal-hal yang sesuai untuk menghasilkan suatu efek.
Contoh: :
            Jalan Kebun Jati akhir - akhir ini kembali macet dan semrawut, lebih dari separoh jalan kendaraan kembali tersita oleh kegiatan pedagang kaki lima.. Untuk mengatasinya, pemerintah akan memasang pagar pemisah antara jalan kendaraan dengan trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagi batas pemasangan tenda pedagang kaki lima tempat mereka diizinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan mengingat pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah sangat keterlaluan sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas.
7.                                Metode Proses
                  Menjelaskan fungsi pokok / gagasan paragraf. Pengembangan paragaraf ini yang perlu diperhatikan :
1.                penentuan tahap dasar suatu rangkaian;
2.                penjelasan sedetail mungkin sesuai dengan keperluan - keperluan setiap tahap dalam kaitan. Pengembangan paragraf ini bersifat deskriptif dan bukan argumentatif.
Contoh: 
            Pembekalan air yang aman merupakan pembiayaan tenaga manusia dan pendapatan di kota-kota modern. Pemurnian air pada dasarnya merupakan proses dua tahap atau tiga tahap yang dilakukan di bawah pengawasan yang ketat oleh ahli-ahli kesehatan dan insinyur. Sebagai langkah pertama air alamiah dari sumber yang paling sedikit keraknya disimpan dalam suatu waduk ( reservoir ) besar, sehingga kebanyakan lumpur, tanah liat, dan pasir terbuang ini disebut pengendapan ( sendimentasi ). Sering dalam air dengan kadar lumpur yang tinggi kapur dan alumunium hidroksida, yang dengan perlakuan-perlakuan membawa bahan-bahan yang masih tersisa, termasuk bakteri - bakteri ke dalam reservoir.
8.                                Menjelaskan hakekat gagasan paragraf.
      Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini :
1.                penempatan pokok dalam kelas umum lalu menjelaskan perbedaannya dengan anggota kelas lainnya;
2.                penentuan ciri khas konsep tersebut;
3.                pemberian definisi terbatas tentang istilah atau konsep itu sesuai dengan keperluan.
                  Pada dasarnya, paragraf dengan metode ini terdapat pada awal karangan, atau awal bab yang lebih panjang guna menjelaskan konsep umum paragraf.
Contoh :
                  Bahasa pengantar dalam karangan ini adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru dan murid di sekolah. Sesuai dengan tujuan mengajar di sekolah dasar ( SD ), bahasa pengantar dipergunakan untuk menerangkan dan mengekspresikan serta memahami dan menghayati bahasa pelajaran, agar murid dapat mencapai tujuan pendidikan, yang memilki pengetahuan, terampil, dan memiliki nilai dan sikap yang ditentukan dalam kurikulum. Dalam kegiatan - kegiatan itu bahasa pengantar digunakan baik lisan maupun tulisan.
9.                              Metode Deduksi
                  Menyajikan pernyataan umum sebagai gagasan dan pernyataan khusus atau kalimat penjelas terlebih dahulu kemudian diakhiri dengan kenyataan umum adalah induksi. Cara deduksi ini menempatkan gagasan utama pada awal paragraf, kemudian diikuti dengan rincian - rincian yang berupa kalimat - kalimat penjelas.
Contoh :
                  Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan ini dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahasa Melayu yang mendasari bahasa Indonesia telah menjadi lingua franca selama berabad - abad di seluruh tanah air kita. Hal ini ditunjang oleh faktor tidak terjadinya “persaingan bahasa”, maksudnya persaingan bahasa daerah dengan bahasa lainnya untuk mencapai kedudukan sebagai bahasa nasional ( Akhadiah, 1984 : 21 ).























BAB III
PENUTUP
Simpulan
Paragraf merupakan sebuah tulisan mini berupa tulisan yang terdiri dari beberapa kalimat yang disusun secara runtut dan sistematis sehingga hubungan antarkalimat jelas sehingga menjasi satu kesatuan yang padu dan utuh. Kalimat pada suatu paragraf yang mengandung ide pokok disebut dengan kalimat utama atau kalimat pokok.  Secara umum dalam mengembangkan suatu paragraf yang pertama harus ditentukan adalah ide pokok kemudian membentuk kalimat utama dan mengembangkan menjadi suatu paragraf.
Membuat atau menentukan jenis suatu karangan berdasarkan kalimat utama dibagi lima yaitu paragraf deduktif (kalimat utamanya di awal paragraf), paragraf induktif (kalimat utamanya di akhir paragraf),  paragraf campuran (kalimat utamanya ada di awal dan di akhir paragraf), kalimat utama ada di dalam paragraf, dan kalimat utamanya tersirat dalam paragraf. Jika kalimat penjelas utama dalam paragraf bersifat langsung disebut kalimat penjelas mayor dan jika kalimat penjelas  dalam paragraf menjelaskan kalimat penjelas utama disebut dengan kalimat penjelas minor.
Suatu paragraf dikatakan baik apabila sudah memenuhi prinsip kesatuan pikiran, prinsip ketuntasan, dan prinsip keruntutan. Berdasarkan jenisnya  paragraf dibagi menjadi paragraf pembuka (sebagai pengantar), paragraf pengembang (berisi inti atau esensi pokok), dan paragraf penutup (mengakhiri sebuah karangan). Secara umum suatu karangan memiliki tujuan tertentu pada setiap paragraf, sehingga berdasarkan tujuannya, paragraf dibedakan menjadi paragraf narasi (menceritakan), paragraf deskriftif (menggambarkan), paragraf persuasi (mengajak), paragraf argumentasi (pendapat), dan paragraf eksposisi (menjelaskan). Berdasarkan pola pengembangan suatu paragraf dibedakan menjadi pola umum-khusus, pola khusus-umum, pola definisi luas, pola proses, pola sebab-akibat, pola ilustrasi, pola pertentangan dan perbandingan, pola analisis, pola klasifikasi, pola seleksi, pola titik pandang, pola dramatis, analogi, dan generalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alex dan Prof. Achmad H. P. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana.

Barus, Sanggup dkk. 2013. Bahasa Indonesia Pengembangan Kepribadian. Medan: Unimed.

Hikmat, Ade dan Nani Solihati. 2013. Bahasa Indonesia (Untuk Mahasiswa S1 & Pascasarjana, Guru, Dosen, Praktisi, dan Umum). Jakarta: PT. Grasindo.

Purwandari, Retno dan Qoni’ah. 2012. Buku Pintar Bahasa Indonesia untuk Pelajar (SD, SMP, SMA), Mahasiswa, dan Umum. Yogyakarta: Familia.

Rahardi, R. Kunjana. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:    Erlangga.