KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah Bahasa Indonesia ini dengan judul Paragraf. Dengan terselesaikan makalah ini, penulis
berharap makalah ini dapat menjadi suatu bahan untuk menambah wawasan serta
dapat membantu dalam mencapai tingkat pemahaman materi Bahasa Indonesia. Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dosen pembimbing, khususnya mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah mengarahkan penulis sehingga penulis
bisa mengikuti dan menyelesaikan makalah dengan baik, dan orang tua yang telah
menyemangati penulis, serta temen-teman seperjuangan yang selalu menjadi tempat
bertukar pikiran.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, karena keterbatasan sarana
buku-buku serta sumber dari media lain yang bisa mendukung terciptanya makalah
ini. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf jika
penyajian makalah ini banyak hal-hal yang kurang berkenan atau kurang bermutu.
Penulis juga berharap kepada pembaca dapat memberi kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah untuk ke depannya. Penulis juga mohon
kepada para pembaca agar memakluminya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Medan,
Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang .................................................................... 1
1.2
Tujuan Makalah
................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. ... Pengertian Paragraf ….................................................... 2
2.2. ... Ide Utama dan Kalimat Utama Paragraf......................... 3
2.3. ... Kalimat Penjelas.............................................................. 6
2.4. ... Kalimat Penegas.............................................................. 7
2.5. ... Unsur-Unsur Pengait Paragraf......................................... 8
2.6. ... Prinsip Kepaduan Bentuk dan Makna
Paragraf.............. 13
2.7. ... Macam-Macam
Paragraf ................................................. 16
2.8. ... Ciri-Ciri
Paragraf ............................................................ 18
2.9. ... Fungsi
Paragraf ............................................................... 18
2.10.
Jenis-Jenis Paragraf ......................................................... 19
2.11.
Syarat Penyusunan Paragraf ........................................... 24
2.12.
Pengembangan Paragraf ................................................. 27
BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan
............................................................................. 34
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………… 35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bahasa mengenal
beberapa istilah dan satuan-satuannya, dalam ilmu bahasa dikenal dengan satuan
yang bermakna. Satuan bahasa dimulai dari bunyi (fonem), kata (morfem), frasa,
klausa dan kalimat, paragraf, dan wacana. Berdasarkan
urutan tersebut, penulisan paragraf dan wacana merupakan urutan terakhir yang
membentuk suatu pembicaraan dan tulisan yang kompleks sehingga menjadi satuan
terbesar dari ilmu bahasa.
Membuat sebuah tulisan
memerlukan paragraf, ciri khas paragraf yaitu, tulisan yang menjorok ke dalam. Pembuatan
paragraf memerlukan beberapa hal, karena harus terdapat kepaduan kesepadanan
isi paragraf.
Standar kompetensi pada
makalah ini kompetensi yang mengungkapkan pikiran, pendapat dan perasaan dengan
bahasa indonesia yang baik dan benar dalam berbagai paragraf. Standar kompetisi
ini dijabarkan menjadi beberapa kompetisi dasar (1) pengertian paragraf, (2)
ide utama dan kalimat utama paragraf, (3) kalimat penjelas, (4) kalimat penegas,
(5) unsur-unsur utama pengait paragraf, (6) prinsip kepaduan bentuk dan makna
paragraf, (7) macam-macam paragraf, (8) ciri-ciri paragraf, (9) fungsi
paragraf, (10) jenis-jenis paragraf, (11) syarat penyusunan paragraf dan (12) pengembangan paragraf.
1.2 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mampu menggunakan bermacam-macam
paragraf dalam menulis.
2.
Mampu mengguanakan syarat-syarat
pembentukan paragraf dengan kesatuan, dan kekorehensian.
3.
Mampu menyusun struktur paragraf yang
baik dalam menulis ilmiah.
4.
Mampu menyusun paragraf efektif dalam
bahasa Indonesia dengan menetapkan prinsip-prinsip pengembangan paragraf yang
benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Paragraf
Paragraf didefenisikan
secara bermacam-macam, mulai dari yang sederhana hingga yang cukup rumit dan
terperinci. Pertama, perlu disebutkan bahwa paragraf sesungguhnya merupakan
sebuah karangan mini. Dikatakan sebagai karangan mini karena sesungguhnya
segala sesuatu yang lazim terdapat di dalam karangan atau tulisan, sesuai
dengan prinsip dan tata kerja karang-mengarang dan tulis-menulis pula, terdapat
pula dalam sebuah paragraf. Maka dapat dimengerti kalau di dunia perguruan
tinggi, misalnya saja, tugas untuk mengarang atau menulis ilmiah itu sering
hanya dibatasi dalam satu paragraf.
Atau setidaknya,
hitungan panjang pendeknya karangan
itu dihitung sesuai dengan banyak atau jumlah paragraf. Pemahaman di depan
dapat pula diperluas, sehingga menjadi seperti berikut ini: paragraf adalah
satuan bahasa tulis yang terdiri dari
beberapa kalimat. Kalimat-kalimat di dalam paragraf itu harus disusun secara
tuntut dan sistematis, sehingga dapat dijelaskan hubungan antara kalimat yang
satu dan kalimat lainnya dalam paragraf itu. Satu hal lagi yang harus dicatat
dalam sebuah paragraf, yakni bahwa paragraf harus merupakan satu-kesatuan yang
padu dan utuh.
Pengertian di atas
menyiratkan bahwa sebuah paragraf itu harus mengandung pertalian yang logis
antarkalimatnya. Tidak ada satu pun kalimat di dalam sebuah paragraf yang tidak
bertautan, apalagi tidak bertautan dengan ide pokoknya. Ide pokok dalam sebuah
paragraf sesungguhnya merupakan sebuah kehausan. Sama persis dengan sebuah
kalimat yang dituntut memiliki pesan pokok yang harus disampaikan, sebuah
paragraf juga mutlak harus memiliki ide utama atau pikiran pokok itu. Tanpa ide
demikian itu, sebuah kumpulan kalimat tidak dapat dianggap sebagai sebuah
paragraf.
Jadi, peraturan yang
terjadi antara kalimat satu dan kalimat yang lainnya itu mengandaikan
terjadinya kepaduan dan kesatuan unsur-unsur yang membangun paragraf itu.Itulah
kenapa dipersyaratkan bahwa paragraf itu harus merupakan untaian
kalimat-kalimat yang sistematis susunannya, utuh dan padu pertautan makna dan
bentuknya. Pemahaman yang berbeda ihwal paragraf menegaskan bahwa untaian
kalimat-kalimat yang membentuk kalimat itu harus dapat digunakan untuk
mengungkapkan pikiran-pikiran atau ide-ide yang jelas. Pikiran atau ide yang
diungkapan tersebut terdiri dari pikiran utama sebagai pengendalinya dan
pikiran-pikiran penjelas sebagai penopangnya.
Dengan pemahaman
seperti di atas, dapat ditegaskan bahwa sesungguhnya sebuah paragraf harus
mengemban ide pokok atau ide utama. Tanpa ide pokok atau ide utama yang jelas
demikian itu, sebuah paragraf pasti tidak
akan memiliki kendali. Ide utama paragraf harus ditempatkan pada posisi
yang jelas, sehingga pengembangan terhadap ide utama itu akan mudah dilakukan.
Penempatan ide utama yang jelas tersebut sekaligus juga akan menentukan jenis
tulisan atau karangan yang akan diemban oleh paragraf itu. Maksudnya, apakah
tullisan itu sebuah deskripsi, sebuah argumentasi, sebuah narasi, sebuah
eksposisi, sesungguhnya dapat dilihat dari keberadaan dan penempatan ide pokok
paragraf tersebut.
2.2
lde
Utama dan Kalimat Utama paragraf
Di bagian depan sudah sedikit disinggung bahwa paragraf itu mudah harus memiliki ide utama atau
ide pokok. Dapat dikatakan demikian karena ide pokok atau ide utama sebuah
paragraf inilah yang akan menentukan wujud dari paragraf itu.
Paragraf yang tidak memiliki ide pokok sesungguhnya
tidak dapat dianggap sebagai paragraf. Bentuk kebahasaan itu hanya merupakan
untaian yang konstruksi atau bentuknya menyerupai paragrafnya.
Dengan demikian, kembali harus ditegaskan bahwa sebuah paragraf mutlak
harus memiliki ide pokok. Ide pokok itulah pengendali dari bangunan paragraf itu. Bahkan kalau ide pokok itu
terimplikasi atau tersirat di dalam sebuah paragraf, ide pokok yang tersirat
itu pun mampu menjadi peranti kendali bagi sebuah paragraf. Lazimnya, sebuah gagasan
utama atau pikiran utama atau ide pokok sebuah paragraf dikemas dalam
sebuah kalimat. Kalimat yang mengandung ide pokok atau ide utama atau pikiran
utama paragraf itulah yang disebut dengan kalimat utama atau kalimat pokok.
Jadi, kalimat utama atau kalimat pokok paragraf itu
harus berisi ide utama dari paragraf yang bersangkutan. Ambil saja contoh ide
pokok paragraf yang berbunyi, 'lambatnya penelitian', maka ide pokok paragraf
itu dapat dikemas menjadi sebuah kalimat utama yang berbunyi, 'Lambatnya penelitian
di Indonesia disebabkan oleh rendahnya insentif bagi para peneliti'.
Jadi, jelas bahwa ide pokok sesungguhnya memiliki
jangkauan keluasan yang lebih besar daripada kalimat pokok atau kalimat utama. Dari sebuah ide pokok atau ide utama dapat dikembangkan
beberapa kalimat utama
paragraf. Maka, ide pokok yang sama di atas itu dapat dibentuk kalimat pokok
yang lain yang berbunyi, ‘Kebiasaan bertanya anak-anak Indonesia yang rendah
menjadi penyebab utama lambatnya penelitian’. Sekalipun kalimat yang disebut
terakhir ini masih berintikan 'lambatnya
penelitian',dimensi
yang hendak ditonjolkan pada kalimat ini berbeda dengan kalimat pokokyang disampaikan sebelumnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa ide
pokok yang satu, dapat dikembangkan menjadi beberapa kalimat utama atau kalimat pokok, sehingga dapat pula dilahirkan paragraf dengan dimensi
yang berbeda fokusnya. Kalimat
utama yang
berbeda
sudah dipastikan akan menghasilkan paragraf yang tidak sama pala. Tuntutan pengembangan pada
paragraf yang satu tidak sama dengan
tuntutan pengembangan pada
paragraf yang berikutnya karena sekalipun memiliki ide pokok sama, rumusan kalimat pokok atau
kalimat
utamanya tidak sama.
Berdasarkan posisinya di dalam sebuah paragraf, kalimat
pokok atau kalimat utama itu dapat berada pada posisi yang berbeda-beda.
Perbedaan tempat atau posisi bagi sebuah kalimat utama demikian ini akan menentukan pula alur pikiran yang harus
diterapkan. Alur yang satu bisa bersifat deduktif, alur yang lainnya bisa bersifat abduktif, dan alur yang
lainnya lagi dapat bersifat induktif.
1.
Kalimat Utama di Awal Paragraf
Kemungkinan
posisi kalimat utama yang Pertama adalah di awal kalimat. Dengan kalimat utama yang ada di awal
paragraf demikian itu, perincian dan jabaran bagi kalimat utama tersebut akan menyertainya pada
kalimat-kalimat yang berikutnya. Biasanya kalimat-kalimat yang menyertai kalimat
utama yang berada di awal paragraf
itu akan berupa perincian-perincian, contoh-contoh, keterangan-keterangan,
deskripsi dan/atau analisis.
Alur
pikiran yang lazim diterapkan dalam paragraf
dengan kalimat utama yang berada di awal paragraf demikian ini adalah alur
pikir deduktif.
Jadi,
pemaparan itu dimulai dari hal-hal yang sifatnya umum, kemudian disertai dengan
jabaran-jabaran yang sifatnya khusus. Jadi, penalaran
deduktif berkaitan dengan penyusunan
paragraf demikian ini adalah penalaran dengan model
umum-khusus. Maksudnya, kita
berangkat dari sesuatu yang sifatnya sangat umum dulu, lalu
diteruskan dengan perincian-perincian yang sifatnya khusus dan mendetail.
2.
Kalimat Utama di Akhir Paragraf
Berbeda
dengan yang disebutkan di depan tadi, kalimat pokok yang tempatnya di akhir paragraf terlebih dahulu diawali
dengan kalimat-kalimat penjelas. Kalimat-kalimat penjelas itu dapat
berupa perincian-perincian, analisis dan deskripsi, conroh-contoh,dan sejumlah
pemaparan serta
argumentasi.
Pada akhir paragraf, semua yang telah disajikan di dalam bagian awal hingga pertengahan
paragraf itu kemudian disimpulkan di akhir
paragraf.
Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa kalimat topik yang berada di akhir paragraf
itu fungsinya yang paling utama adalah untuk menyimpulkan. Simpulan demikian
itu, lazimnya berupa
sebuah generalisasi yang merupakan
intisari dari paparan-paparan dan perincian-perincian yang sudah disampaikan
sebelumnya. Alur pikir demikian adalah alur pikir induktif. Kalau Anda
mencermati sebuah bangunan karya ilmiah akademik, hampir semuanya sesungguhnya
relatif setia dengan alur induktif yang demikian.
3.
Kalimat Utama di dalam Paragraf
Kalimat
utama juga dimungkinkan terdapat di dalam paragraf. Jadi, kalimat utama itu tidak terdapat di awal paragraf
atau di akhir paragraf tetapi terletak di tengah paragraf. Memang agak sulit membayangkan paragraf dengan ciri
yang demikian itu. Akan tetapi, dalam kenyataannya paragraf dengan model yang
demikian itu memang dapat ditemukan di dalam bahasa Indonesia.
Paragraf jenis demikian ini, ada yang
menyebutnya sebagai paragraf ineratif.
Jadi, di dalam paragraf model ineratif ini, kalimat utama yang terdapat di
tengah paragraf itu dapat diibaratkan sebagai puncak. Kalimat-kalimat yang
berada di awal paragraf itu dapat dikatakan sebagai awal-awal menuju puncak,
menuju klimaks paragraf, sedangkan kalimat-kalimat yang berada setelah kalimat
utama itu, sekalipun merupakan kalimat penjelas, derajatnya semakin melemah.
4.
Kalimat Utama di AwaI dan di Akhir
paragraf
Paragraf
utama dalam sebuah
paragraf tidak mungkin terdiri lebih dari satu buah. Bahwa kalimat utama yang banyak dianggap muncul di dua tempat itu, kalimat keduanya hanya merupakan pengulangan
dari yang pertama.
Dengan
pengulangan demikian itu, maka
kalimat utama
paragraf itu menjadi lebih jelas. Bilamana dikaitkan dengan alur pikir, paragraf
kalimat utamanya
terletak di awal disebut sebagai deduktif, kalimat utama tertetak di akhir
paragraf disebut sebagai induktif.
5.
Kalimat Utama Tersirat
Adakalanya
pula, sebuah paragraf dalam bahasa lndonesia itu tidak secara kasar mata menunjukkan
kalimat utamanya. Akan tetapi, harus tetap dicatat bahwa rumusan kalimat utama itu
sesungguhnya berada di balik paragraf itu.
Demikian
pula, rumusan ide utama atau ide pokok paragraf itu sudah barang tentu berada
di balik bangun paragraf yang demikian itu. Bilamana tidak ada keduanya,
bagaimana paragraf itu akan dikonstruksi oleh penulisnya.
Di
dalam narasi yang mengutamakan urutan waktu atau
di dalam deskripsi yang lebih mengutamakan urutan spasial, lazimnya banyak
ditemukan jenis paragraf yang demikian.
2.3
Kalimat Penjelas
Unsur penting kedua
dalam sebuah paragraf adalah unsur kalimat penjelas (support sentences). Dapat dikatakan sebagai kalimat penjelas
karena tugas tari kalimat itu memang menjelaskan dan menjabarkan lebih lanjut
ide pokok dan kalimat utama yang terdapat dalam paragraf tersebut. Jadi,
kalimat penjelas yang benar dan baik sesungguhnya akan menjadi penentu pokok
dari benar-benar baik dan tuntasnya paragraf tersebut. Panjang dan/atau jumlah
kalimat penjelas dalam sebuah paragraf tidak ada ukuran yang pasti.
Tuntas dan tidak
tuntasnya penjabaran kalimat utama ke dalam kalimat-kalimat penjelas pada
sebuah paragraf sama sekali tidak dapat ditentukan dan diukur dari panjang-pendeknya
paragraf, tetapi lebih dari semua itu, yakni terletak pada bagaimana ide pokok
dan kalimat utama paragraf itu dijabarkan secara sungguh-sungguh dan terperinci.
Jadi, jangan terkecoh dengan kuantitas atau jumlah kalimat dalam sebuah paragraf.
Tidak tentu bahwa yang panjang itu pasti beres dan tuntas.
1.
Kalimat
Penjelas Mayor
Kalimat penjelas mayor (major support sentence) adalah kalimat penjelas yang utama. Kalimat
penjelas yang utama itu bertugas menjelaskan secara langsunga ide pokok dan
kalimat utama yang terdapat di dalam paragraf itu. Jadi, hubungan antara
kalimat utama dan kalimat penjelas utama di dalam sebuah paragraf
itu bersifat langsung. Kalimat penjelas mayor itu kemudian dijabarkan lebih lanjut
dengan kalimat-kalimat penjelas yang sifatnya minor atau tidak utama.
2.
Kalimat
Penjelas Minor
Dapat dikatakan kalimat penjelas minor karena kalimat
penjelas itu tidak secara langsung menjelaskan ide pokok dan kalimat
utama paragraf. Akan tetapi, kalimat penjelas minor
demikian itu menjelaskan kalimat penjelas rnayor tertentu
secara langsung. Jadi, sebuah kalimat penjelas minor yang
telah rnenjelaskan secara langsung kalimat penjelas utama tertentu tidak serta merta
dapat digunakan untuk menjelaskan kalimat penjelas utama yang lainnya. Panjang-pendeknya
sebuah paragraf sesungguhnya dapat diperiksa dari
terjabar atau tidaknya kalimat penjelas utama itu ke dalam kalimat penjelas yang
sifatnya tidak utama.
2.4
Kalimat Penegas
Kehadiran kalimat
penegas di dalam sebuah paragraf bersifat tentatif,
bersifat mana suka. Bilamana memang dirasa perlu dihadirkan, maka silakan
saja dihadirkan di dalam paragraf tersebut. Orang tertentu sangat tidak suka
dan selalu berusaha untuk menghindari pengulangan kalimat, pun jika kalimat
tersebut digunakan untuk menegaskan.
Maka, dalam konteks
pemakaian paragraf yang demikian ini, kehadiran sebuah kalimat penegas di dalam
paragraf, menjadi sangat tidak dipentingkan oleh penulis.
Satu hal yang juga
harus dicatat oleh para penyusun paragraf, dan para penulis pada umumnya bahwa
kalimat-kalimat penegas demikian itu bukanlah ide pokok dan
kalimat pokok baru.
2.5
Unsur-unsur pengait paragraf
Kalimat-kalimat di
dalam sebuah paragraf itu dipersyaratkan untuk selalu berhubungan secara
rasional antara yang satu dan lainnya, sehingga kalimat-kalimat didalam
pragfraf itu akan dibangun secara satu dan padu, kalimat-kalimat di dalam
sebuah juga masih harus didukung penataannya dengan peranti konjungsi dan kata
ganti. Adapun yang dimaksud dengan konjungsi atau kata penghubung adalah kata
yang bertugas menghubungkan atau menyambungkan ide atau pikiran yang ada dalam
sebuah kalimat dengan ide atau pikiran pada kalimat yang lainnya.
Konjungsi atau kata
penghubung itu dapat dibedakan menjadi bermacam- macam, ada yang letaknya antarkalimat
dan ada yang letaknya
intrakalimat. Konjungsi antarkalimat di dalam sebuah paragraf bertugas untuk
menyambungkan atau menghubungkan ide antara kalimat yang satu dan lainnya. Kata
penghubung seperti ‘sebelumnya’ atau ‘selanjutnya’ atau ‘setelah itu’ atau ‘berikutnya’
jelas sekali dapat digunakan dalam posisi antarkalimat.
1.
Pengait
berupa Konjungsi Intrakalimat
Konjungsi intrakalimat pada kalimat-kalimat sebuah
paragraf dapat menandai atau mengaitkan hubungan-hubungan berikut ini.
a.
Hubungan
aditif (penjumlahan): dan, bersama, serta.
b.
Hubungan
adversatif (pertentangan): tetapi, tapi,
melainkan .
c.
Hubungan
alternatif (pemilihan): atau, ataukah.
d.
Hubungan
sebab: sebab, karena, lantaran, gara-gara.
e.
Hubungan
akibat: hasilnya, akibatnya, akibat.
f.
Hubungan
tujuan: untuk, demi, agar, biar, supaya.
g.
Hubungan
syarat: asalkan, jika, kalau, jikalau.
h.
Hubungan
waktu: sejak, sedari, ketika, sewaktu,
waktu, saat, tatkala, selagi, selama,seraya, setelah, sesudah, seusai, begitu,
hingga.
i.
Hubungan
konsesif: sungguhpun, biarpun, meskipun,
walaupun, sekalipun, kendatipun, betapapun.
j.
Hubungan
cara: tanpa, dengan.
k.
Hubungan
kenyataan: bahwa.
l.
Hubungan
alat: dengan, tidak dengan, memakai,
menggunakan, mengenakan, memerantikan.
m.
Hubungan
ekuatif (perbandingan positif, perbandingan menyamakan): sebanyak, seluas, selebar, sekaya.
n.
Hubungan
komparatif (perbandingan negatif, perbandingan membedakan): lebih dari, kurang dari, lebih sedikit daripada,
lebih banyak daripada.
o.
Hubungan
hasil: sampai, sehingga, maka,
sampai-sampai.
p.
Hubungan
atributif restriktif (hubungan): yang.
q.
Hubungan
atributif tak restriktif (hubungar menerangkan tidak mewatasi) : yang (biasanya diawali dengan tanda
koma).
r.
Hubungan
andaian: andaikata, seandainya, andaikan,
kalau saja, jika saja, jikalau, jika, bilamana, apabila, dalam hal, jangan-jangan,
kalau-kalau.
s.
Hubungan
optatif (harapan): mudah-mudahan,
moga-moga, semoga, agar.
2.
Pengait
berupa Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat harus secara tegas dibedakan dari
konjungsi intrakalimat. Di dalam konjungsi intrakalimat terdapat konjungsi
koordinatif dan konjungsi subordinatif seperti yang sudah dijelaskan terperinci
pada bagian di depan tadi. Konjungsi intrakalimat beroperasi di dalam tataran
kalimat itu. Berbeda dengan semuanya itu, konjungsi antarkalimat beroperasi
pada tataran yang berada di luar kalimat itu sendiri.
Dengan demikian, harus dikatakan bahwa yang dihubungkan arau dikaitkan
itu adalah ide atau pikiran yang berada di dalam kalimat itu dengan ide atau pikiran
yang berada di luar kalimat tersebut. Konjungsi tersebut menghubungkan antara ide yang ada dalam
sebuah kalimat dan ide yang berada di dalam kalimat yang lain, konjungsi
demikian itu disebut sebagai konjungsi antarkalimat.
Adapun konjungsi antarkalimat yang mengemban
hubungan-hubungan makna tertentu tersebut adalah sebagai berikut: ‘biarpun demikian’, ‘biarpun begitu’, ‘sekalipun
demikian’, ‘sekalipun begitu’, ‘walaupun demikian’, ‘walaupun begitu’,
‘meskipun demikian’, ‘meskipun begitu’, ‘sungguhpun demikian’, 'sungguhpun
begitu’, ‘kemudian’, 'sesudah itu’, ‘setelah itu’, ‘selanjutnya’, ‘tambahan
pula’, ‘lagi pula’,
’selain itu’, ‘seba1iknya’, 'sesungguhnya’, ‘bahwasanya’,
‘malahan’, ‘malah’, ‘bahkan’,’akan tetapi’, ‘namun’, ‘kecuali itu’, ‘dengan
demikian’, ‘oleh karena itu’, ‘oleh sebab itu’, ‘sebelum itu’.
Lebih lanjut dapat ditegaskan bahwa konjungsi-konjungsi
yang disebutkan di depan itu dapat menandai hubungan-hubungan makan berikut
ini.
a.
Hubungan
makna pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya:
biarpun begitu, biarpun demikian, sekalipun demikian, sekalipun begitu,
walaupundemikian, walaupunbegitu, meskipun demikian, sungguhpun begitu, sungguhpundemikian,
sungguhpun begitu, namun, akan tetapi.
b.
Hubungan
makna kelanjutan dari kalimat yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya: kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya.
c.
Hubungan
makna bahwa terdapat peristiwa, hal, keadaan di luar dari yang
dinyatakan sebelumnya: tambahan pula, lagi pula, selain itu.
d.
Hubungan
makna kebalikan dari yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya: sebaliknya, berbeda dari itu, kebalikannya.
e.
Hubungan
makna kenyataan yang sesungguhnya: sesungguhnya,
bahwasanya, sebenarnya.
f.
Hubungan
makna yang menguatkan keadaan yang disampaikan sebelumnya: malah, malahan, bahkan.
g.
Hubungan
makna yang menyatakan keeksklusifan dan keinklusifan: kecuali itu.
h.
Hubungan
makna yang menyatakan konsekuensi: dengan
demikian.
i.
Hubungan
makna yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang
dinyatakan sebelumnya : sebelum itu.
3.
Pengait
berupa Konjungsi Korelatif
Konjungsi korelatif terdiri atas dua unsur yang dipakai
berpasangan. Bentuk berpasangan demikian itu bersifat idiomatis, jadi tidak
bisa dimodifikasi denganbegitu saja. Adapun contoh konjungsi korelatif tersebut
adalah sebagai berikut: antara...dan, dari...hingga, dari...sampai
dengan, dari...sampai ke, dari...sampai, dari....ke, baik...maupun, tidak
hanya...tetapi juga, bukan hanya...melainkan juga, demihian....sehingga, sedemikian
rupa...sehinga, apakah...atau, entah...entah, jangankan...pun.
4.
Pengait
berupa Preposisi
Preposisi atau kata depan dapat dikatakan sebagai kelas
kata dalam sebuah bahasa yang sifatnya tertutup. Dikatakan tertutup karena
jumlahnya terbatas dan tidak berkembang seperti kelas-kelas kata yang lainnya.
Berbeda dengan konjungsi yang lazimnya diikuti oleh klausa, preposisi atau kata
depan selalu diikuti oleh kata atau frasa. Preposisi atau kata depan itu juga
menandai hubungan makna antara kata atau frasa yang mengikutinya, dengan kara
atau frasa lain yang ada di dalam kalimat itu.
Dengan demikian, hubungan makna demikian itu perlu pula
dicermati dan diperhatikan dalam kerangka penyusunan paragraf yang efektif ini.
Berikut ini
hubungan-hubungan makna yang dinyatakan oleh proporsi atau kata depan.
a.
Hubungan
makna keberadaan: di, pada, di dalam, di
atas, di tengah, di bawah, di luar, di sebelah, di samping.
b.
Hubungan
makna asal: dari, dari dalam, dari luar,
dari atas, dari bawah, dari samping, dari belakang, dari muka.
c.
Hubungan
makna arah: ke, menuju, ke daram, ke
luar, ke samping, ke atas, ke muka, kepada.
d.
Hubungan
makna alat: dengan, tanpa dengan.
e.
Hubungan
makna kepesertaan: dengan, bersama.
f.
Hubungan
makna cara: secara, dengan,
g.
Hubungan
makna peruntukan: untuk, bagi, demi.
h.
Hubungan
makna sebab atau alasan: karena, sebab.
i.
Hubungan
makna perbandingan: daripada, ketimbang.
j.
Hubungan
makna pelaku perbuatan atau agentif: oleh.
k.
Hubungan
makna batas: hingga, sampai.
l.
Hubungan
makna perihwalan: tentang, mengenai,
perihal, ihwal.
5.
Pengait
dengan Teknik pengacuan
Selain konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat
serta preposisi atau kata depan yang masing-masing juga menandai hubungan makna
tertentu, teknik-teknik pengacuan tertentu juga dapat digunakan sebagai peranti
pengait. Pengacuan-pengacuan
termaksud dapat bersifat endoforis, tetapi juga dapat bersifat eksoforis. Pengacuan
endoforis menunjuk pada bentuk kebahasaan, yang berada di dalam kalimat itu, sedangkan pengacuan eksoforis menunjuk pada
bentuk yang berada di luar pembahasaan.
Jadi, yang disebut terakhir ini harus dikaitkan dengan
konteks luar kebahasaannya. Berikut ini pengacuan-pengacuan yang bersifat endoforis
itu disampaikan satu demi satu.
a.
Hubungan
pengacuan dengan kata ‘itu’.
b.
Hubungan
pengacuan dengan kata ‘begitu’.
c.
Hubungan
pengacuan dengan ‘begitu itu’.
d.
Hubungan
pengacuan dengan ‘demikian itu’.
e.
Hubungan
pengacuan dengan ‘tersebut’.
f.
Hubungan
pengacuan dengan ‘tersebut itu’.
g.
Hubungan
pengacuan dengan pronomina ‘-nya’.
6.
Pengait
yang Memerantikan Kalimat
Unsur-unsur pengait di dalam paragraf ternyata tidak
hanya berupa kata dan frasa seperti yang sebagian terbesar sudah disampaikan di
bagian depan. Adakalanya pula, unsur pengait itu berupa kalimat. Kalimat
demikian itu lazimnya terdapat di awal paragraf yang di dalam karangan
berfungsi untuk menuntun kalimat-kalimat yang akan hadir selanjutnya. Kalimat
yang menuntun itu juga berkaitan dengan kalimat-kalimat yang ada pada paragraf
sebelumnya.
2.6 Prinsip Kepaduan Bentuk dan Makna
Paragraf
Paragraf yang baik
harus memenuhi beberapa syarat di antaranya adalah syarat kepaduan bentuk dan
syarat kepaduan makna. Paragraf yang baik adalah paragraf yang semua unsur
kebahasaannya menjamin kepaduan bentuk bagi keberadaan paragraf itu.
Kalimat-kalimat dan unsur-unsur kebahasaan lainnya menjamin keberadaan paragraf
itu. Unsur-unsur pengait paragraf, berikut aneka macam model penunjukan
hubungan makna sebagaimana disebutkan di bagian depan, semuanya akan bermanfaat
bagi upaya menjamin kepaduan bentuk paragraf.
Adapun kepaduan
makna di dalam sebuah paragraf ditunjukkan dengan kehadiran ide atau pikiran
yang satu dan yang tidak terpecah-pecah di dalam paragraf itu. Kalau di dalam
kepaduan bentuk paragraf dipersyaratkan tidak adanya kalimat dan unsur
kebahasaan lain yang sumbang, yang tidak mendukung keberadaan paragraf itu,
sebaliknya di dalam kepaduan makna paragraf dipersyaratkan tidak boleh adanya
ide atau pikiran yang rerpecah atau terbelah.
Jadi, ide pokok di
dalam sebuah paragraf itu tidak boleh lebih dari satu dan ide pokok yang hanya
satu tersebut harus dijabarkan secara terperinci hingga menjadi benar-benar tuntas
dalam satu paragraf. Berkaitan dengan semuanya itu, prinsip-prinsip berikut ini
perlu sekali dicermati dan diperhatikan untuk membangun konstruksi paragraf
yang padu baik bentuk maupun maknanya.
1.
Prinsip
Kesatuan Pikiran
Di depan sudah disampaikan bahwa di dalam sebuah paragraf
harus terdapat prinsip kesatuan ide atau pikiran. Di dalam sebuah paragraf
tidak dimungkinkan terdapat lebih dari satu ide atau pikiran. Pikiran atau ide
yang hanya ada satu tersebut selanjutnya harus dijabarkan dengan terperinci
dengan jelas, dan
tuntas lewat kalimat-kalimat penjelas di dalam paragraf itu. Kalimat penjelas tersebut
mencakup baik yang sifatnya mayor maupun yang sifatnya minor.
Bahkan bila masih dimungkinkan untuk dijabarkan lebih
lanjut, kalimat penjelas yang sifatnya minor tersebut masih dapat dijabarkan
lagi menjadi kalimat-kalimat penjelas yang sifatnya sub-minor (minor-minor sentence). Masih dalam kerangka
menjamin kepaduan makna paragraf seperti yang disebutkan di depan, ide atau
pikiran yang telah dijabarkan ke dalam kalimat-kalimat penjelas baik yang sifatnya
mayor, minor maupun sub-minor seperti di atas itu, di akhir paragraf masih dimungkinkan
pula disajikan satu kalimat penegas. Harus dicatat di sini bahwa kalimat
penegas pada akhir paragraf itu bukanlah ide atau pikiran pokok yang hadir ganda
dengan yang telah muncul sebelumnya. Kalimat penegas pada akhir paragraf itu
semata-mata berfungsi sebagai peranti untuk menjamin agar kepaduan makna paragraf
dapat terwujud.
Jadi, prinsip kepaduan kesatuan ide atau kesatuan pikiran
ini menjadi sangat penting untuk menjadikan konstruksi paragraf yang
benar-benar efektif dan padu makna.
2.
Prinsip
Ketuntasan Pemaparan
Ide atau pikiran pokok dalam sebuah paragraf harus
diuraikan secara tuntas. Adapun yang dimaksud dengan tuntas adalah bahwa di
belakang ide atau pikiran pokok yang sedang dijabarkan tersebut, tidak ada lagi
sisa-sisa atau serpihan-serpihan ide atau pikiran yang belum terjabarkan. Ketika
kalimat-kalimat penjelas di dalam paragraf sedang menerangkan segala sisi dan
dimensi dari ide atau pikiran pokok itu, biarkan terus proses penjelasan atau
pemaparan itu terjadi. Jangan pernah berhenti memaparkan ide pokok, bahan dari
segala sudut dan dimensinya, sebelum penjabaran itu benar-benar selesai atau
tuntas.
Oleh
karena itu, panjang pendeknya
sebuah paragraf tidak dapat digunakan sebagai acuan sudah tuntas atau belum
tuntasnya sebuah penjabaran ide pokok. Bisa jadi paragraf yang dari dimensi kuantitas
kalimatnya tidak banyak, tetapi dari dimensi ketuntasan penjabarannya sudah
dapat dikatakan baik. Bisa jadi pula paragraf yang tampaknya panjang, bahkan
sangat panjang, malahan tidak tuntas menjelaskan segala sisi dan sudut ide atau
pikiran pokok itu.
Jadi, paragraf yang baik adalah paragraf yang benar-benar
tuntas dari dimensi penjabaran atau pemaparan ide pokoknya. Kalimat utama sudah
dijabarkan secara terperinci dalam kalirnat penjelas mayor dan kalimat penjelas
mayor sudah diperinci lebih lanjut ke dalam kalimat-kalimat penjelas minor.
Pada akhirnya, kalimat penegas masih dinyatakan di akhir paragraf untuk
menjamin bahwa pemaparan yang baik dan terurai itu ditutup dengan kalimat
penegas. Jika konstruksi paragraf demikian ini yang dilakukan oleh seorang
penulis, maka paragraf demikian inilah paragraf yang memiliki ciri ketuntasan
tinggi.
3.
Prinsip
Keruntutan
Dengan prinsip keruntutan dimaksudkan, kalimat-kalimat di
dalam sebuah paragraf itu disusun secara urut. Adapun yang dimaksud adalah
bahwa jabaran ide atau pikiran pokok dalam sebuah paragraf itu tidak
melompat-lompat. Keurutan atau keruntutan demikian ini mengandaikan ada prinsip
urutan tertentu yang memang diikuti oleh seorang penulis.
Jadi, keruntutan iru sesungguhnya tidak dapat dijelaskan
dari alur pikir. Bilamana alur pikir itu bersifat umum-khusus, maka
konsistenlah dalam menyusun kalimat-kalimat yang ada, mulai dari
dimensi-dimensi yang besar, ke dimensi yang lebih kecil, ke dimensi yang lebih
kecil lagi, ke dimensi yang paling kecil. Bentuk yang paling kecil demikian
inilah yanglazim kita sebut sebagai bentuk yang paling terjabar dalam alur
pikiran umum-khusus. Sebaliknya jlka pemaparan itu harus setia dengan alur
pikir khusus-umum, maka penjabaran harus dimulai dengan hal-hal yang sangat terperinci,
menuju ke dimensi yang sedikit lebih besar, menuju ke dimensi yang lebih besar
lagi, dan akhirnya berhenti pada dimensi yang paling besar.
Dimensi yang paling besar inilah yang dimaksud dengan
dimensi yang paling umum dalam sebuah paragraf. Bila suatu saat alur
kesejarahan atau kediakronisan harus diikuti oleh seorang penulis, maka silakan
ditentukan dimensi waktunya dengan cermat, apakah akan dimulai dari yang paling
baru menuju yang paling lama, ataukah sebaliknya dari yang paling lama ke dalam
yang terbaru. Bilamana seorang penulis paragraf harus memberikan deskripsi atau
pemerian dari sebuah objek, tentukanlah dimensi tertentu yang dapat digunakan
untuk memulai pemerian anda itu. Apakah harus dimulai dari dimensi depan lalu
secara urut berjalan ke belakang, ataukah dari samping kanan, terus beranjak ke
samping kiri, dan seterusnya.
Jadi, cara-cara yangdisampaikan di depan akan sangat
diperlukan dalam menjamin keruntutan atau keurutan paragraf. Coba ikuti prinsip
di atas itu ketika Anda harus menulis sebuah paragraf, atau bisa juga beberapa
paragraf. Jangan pernah menulis paragraf dengan dimensi yang tidak jelas. Harus selalu menulis paragraf dengan alur pikiran yang runtun
dan terurai jelas.
2.7
Macam-Macam
paragraf
Paragraf dalam
sebuah karangan biasanya terbagi dalam tiga macam, yakni paragraf pembuka, paragraf pengembang, dan
paragraf penutup. Karangan atau tulisan minimal dalam bidang apa pun, hampir
selalu memiliki konstruksi tiga paragraf demikian ini. Pada konteks surat-menyurat atau korespondensi, prinsip tiga paragraf
demikian ini juga berlaku. Sebuah surat akan dikatakan baik bila memiliki
kualifikasi yang baik pada tiga jenis paragraf seperti yang disebutkan di depan
itu.
Sebuah karya
ilmiah, baik populer maupun itu akademik yang berlaku universal juga mengikuti
prinsip penjenisan itu. Esei ilmiah yang ditulis untuk sebuah media massa,
mungkin wujudnya kolom, catatan, opini, feature, atau yang lainnya, juga
dipastikan akan memakai penjenisan paragraf yang demikian ini.
1.
Paragraf
pembuka
Dapat dikatakan sebagai paragraf pembuka karena tugas
pokoknya memang adalah untuk membuka dan mengantarkan pembaca agar dapat
memasuki paragraf-paragraf pengembang yang akan dihadirkan kemudian. Sebagai
pembuka atau pengantar, paragraf pembuka harus dibuat menarik atau memikat pembaca agar merek mau meneruskan masuk
ke dalam paragraf-paragraf yang selanjutnya. Untuk maksud-maksud yang sifatnya
khusus, dapat pula sebuah paragraf dilengkapi dengan
sitiran yang penting dari seorang tokoh, atau mungkin juga dari seorang filsuf,
sehingga paragraf pembuka itu benar-benar akan dapat memiliki arti signifikan
bagi pembaca dan pembaca bakal dapat terus masuk
ke dalam bagian-bagian yang selanjutnya.
Untuk karangan
ilmiah yang bersifat akademik formal, bisa juga dicantumkan latar belakang masalah dan permasalahan yang
hendak diangkat di dalam tulisan itu.
Demikian pula dengan tujuan penulisannya tidak juga
dilarang dimasukkan di dalam paragraf pembuka yang demikian ini.
2.
Paragraf
Pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi
inti atau esensi pokok beserta seluruh jabarannya dari sebuah karya tulis itu
sendiri. Dengan paragraf pengantar, para pembaca budiman sesungguhnya dibawa
dan diarahkan untuk dapat masuk ke dalam paragraf-paragraf pengembang ini.
ukuran dari paragraf pengembang tidak pernah ditentukan dalam sebuah karya
ilmiah. Banyak sedikitnya paragraf sesungguhnya. tidak dapat digunakan
sebagai parameter baik atau tidaknya
paragraf pengembang dari sebuah karya ilmiah. Bisa jadi,
paragraf pengembang yang berpanjang-panjang sama sekali tidak dapat menyampaikan
esensi dari karangan atau tulisan itu.
Demikian sebaliknya, paragraf pengembangan yang hanya
pendek saja tidak dapat digunakan sebagai peranti dan justifikasi untuk mengatakan bahwa
paragraf pengembang itu tidak baik. Jadi, yang menjadi parameter
atau ukuran itu adalah ketuntasan dari pemaparan atau penguraian tema karangan
dan kalimat tesis yang ada dalam karangan atau tulisan itu.
3.
Paragraf
Penutup
Paragraf penutup bertugas mengakhiri sebuah tulisan atau karangan. Semua karanganpasti diakhiri dengan paragraf
penutup untuk menjamin bahwa permasalahan yang dipampangkan pada awal paragraf
karangan itu terjawab secara jelas tegas dan tuntas di dalam paragraf-paragraf
pengembang, dan disimpulkan atau ditegaskan kembali
di dalam paragraf penutup.
Jadi, isi paragraf penutup itu dapat berupa simpulan atau
penegasan kembali pemaparan yang telah disajikan sebelumnya. Adakalanya pula sebuah paragraf
penutup berisi rangkuman dari perincian-perincian jabaran
yang telah dilakukan sebelumnya di dalam bagian isi karangan atau tulisan.
Selain itu, paragraf penutup dalam karangan ilmiah juga
bertugas untuk meninggalkan bahan-bahan perenungan yang bisa disajikan di dalam bentuk
kalimat tanya reflektif dan retoris. Bukanlah maksud dari pertanyaan itu untuk
mengundang jawaban yang baru di dalam paragraf itu, tetapi dengan pertanyaan itu,
segala persoalan
dan jawaban yang telah disampaikan di dalam tulisan atau karangan itu
dipersilakan untuk dibatinkan di kedalaman hati para
pembaca budiman.
2.8
Ciri-ciri paragraf
Ciri-ciri dari
sebuah paragraf adalah.
1.
Kalimat
pertama bertakuk ke dalam lima ketukan spasi untuk jenis karangan ilmiah formal
misalnya: makalah, skripsi, tesis, dan disertai. Karangan berbentuk turus yang
tidak bertakuk ditandai dengan jarak spasi merenggang, satu spasi lebih banyak
daripada jarak antarbaris lainnya.
2.
Paragraf
menggunakan pikiran utama (gagasan utama) yang diyatakan dalam kalimat topik.
3.
Setiap
paragraf menggunakan sebuah kalimat topik dan selebihnya merupakan kalimat
pengembang yang berfungsi menjelaskan, menguraikan, atau menerangkan pikiran
utama yang ada dalam kalimat topik.
4.
Paragraf
menggunakan pikiran penjelas (gagasan penjelas) yang dinyatakan dalam kalimat
penjelas.
2.9 Fungsi
Paragraf
Fungsi dari sebuah paragraf adalah.
1.
Mengekspresikan
gagasan tulisan dengan memberi bentuk suatu pikiran dan perasaan ke dalam
serangkaian kalimat yang tersusun secara logis dalam suatu kesatuan.
2.
Menandai
peralihan (pergantian) gagasan baru bagi karangan yang terdiri dari beberapa
paragraf, ganti paragraf berarti ganti pikiran
3.
Memudahkan
pengorganisasian gagasan bagi penulis dan memudahkan pemahaman bagi pembacanya.
4.
Memudahkan
pengembangan topik karangan ke dalam satuan-satuan unit pikiran yang lebih
kecil.
5.
Memudahkan
pengendalian variabel terutama karangan yang terdiri dari beberapa variabel.
2.10
Jenis-jenis Paragraf
1.
Berdasarkan Letak Kalimat Utama
·
Paragraf Deduktif
Paragraf yang dimulai dengan
mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti dengan
kalimat-kalimat penjelas.
·
Contoh Paragraf deduktif:
Kemauannya sulit untuk diikuti. Rapat sebelumnya sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Perencanaan
penggunaan dana belum disahkan. Para peserta
sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya
membuka usaha baru.
Keterangan :Kalimat yang tercetak miring sebagai pokok pikiran sedangkan
yang lain sebagai penjelas.
·
Paragraf Induktif
Paragraf yang dimulai dengan
mengemukakan penjelasan-penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik
·
Contoh Paragraf Induktif :
Semua orang menyadari bahwa
bahasa merupakan sarana pengembangan budaya. Bahasa menjadi penyatu pribadi yang
kuat di kalangan masyarakat. Tanpa bahasa,
sendi-sendi kehidupan akan lemah. Komunikasi tidak lancar. Informasi
tersendat-sendat. Memang bahasa alat komunikasi yang penting, efektif, dan
efisien.
·
Paragraf Campuran
Paragraf yang dimulai dengan
mengemukakan persoalan pokok atau kalimat topik kemudian diikuti
kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri dengan kalimat topik. Kalimat topik yang
ada pada akhir paragraf merupakan penegasan dari awal paragraf.
Contoh Paragraf Campuran:
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana
komunikasi, baik sarana komunikasi yang sederhana maupun yang modern. Tanpa
komunikasi, sendi-sendi kehidupan akan lemah. Informasi tersendat-sendat. Kebudayaan dan
peradaban manusia tidak akan bisa maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana
komunikasi.
2.
Berdasarkan Tujuannya
·
Paragraf Narasi ( Menceritakan )
Paragraf narasi adalah paragraf
yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang di dalamya terdapat alur cerita, setting, tokoh dan konflik tetapi tidak
memiliki kalimat utama.
Ciri-cirinya: ada kejadian, ada palaku, dan
ada waktu kejadian.
Contoh Paragraf Narasi :
Jam istirahat. Roy pergi ke
perpustakaan. Dia tengah menulis sesuatu di buku
agenda sambil menikmati bekal dari rumah. Sesekali kepalanya menengadah ke
langit-langit perpustakaan, mengernyitkan kening, tersenyum dan kembali menulis. Asyik sekali, seakan di ruang perpustakaan hanya ada dia.
·
Paragraf Deskripsi ( Menggambarkan )
Paragraf deskripsi adalah
paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa melihat,
mendengar, atau merasa objek yang digambarkan itu. Objek yang dideskripsikan
dapat berupa orang, benda, atau tempat.
Ciri-cirinya: ada objek yang digambarkan atau
menggunakan pancaindera.
Contoh Paragraf Deskripsi :
Perempuan itu tinggi semampai. Jilbab warna ungu yang menutupi kepalanya
membuat kulit wajahnya yang kuning
nampak semakin cantik. Senyumnya yang indah menghipnotis. Matanya bulat bersinar disertai bulu mata yang tebal. Hidungnya mancung
sekali mirip dengan para wanita palestina.
·
Paragraf Persuasi ( Mengajak )
Paragraf persuasi adalah paragraf
yang mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu.
Ciri-cirinya : ada bujukan atau ajakan untuk
berbuat sesuatu.
Contoh Paragraf Persuasi :
Susu sangat baik untuk kesehatan kita. Susu mengandung banyak kalsium yang
sangat berguna untuk pertumbuhan tulang kita. Selain itu, susu juga memiliki banyak protein yang bisa membantu meningkatkan kecerdasan
otak kita. Dengan minum susu akan membuat kita terasa gampang dalam beraktivitas. Oleh karena itu, marilah kita perbanyak meminum susu.
·
Paragraf Argumentasi ( Pendapat )
Paragraf argumentasi adalah
sebuah paragraf yang menjelaskan pendapat dengan berbagai keterangan dan
alasan. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca.
Ciri-cirinya: ada pendapat dan ada alasannya.
Contoh Paragraf Argumentasi :
Sebagian anak Indonesia belum dapat menikmati kebahagiaan masa kecilnya.
Pernyataan demikian pernah dikemukakan oleh seorang pakar psikologi pendidikan
Sukarton (1992) bahwa anak kecil di bawah umur 15 tahun sudah banyak yang
dilibatkan untuk mencari nafkah oleh orang tuanya. Hal ini dapat dilihat masih
banyaknya anak kecil yang mengamen atau mengemis di perempatan jalan atau
mengais kotak sampah di TPA, kemudian hasilnya diserahkan kepada orang tuanya
untuk menopang kehidupan keluarga. Hal ini juga tampak masih banyak
anak kecil yang mengemis untuk mereka sendiri karena mereka ditinggal dan tidak
mengenal kedua orang tuanya. Lebih-lebih
sejak negeri kita terjadi krisis moneter, kecenderungan orang tua mempekerjakan
anak sebagai penopang ekonomi keluarga semakin terlihat di mana-mana.
·
Paragraf Eksposisi ( Menjelaskan )
Paragraf eksposisi adalah
paragraf yang berisi ide, pendapat, buah pikiran, informasi, atau pengetahuan
yang ditulis dengan tujuan untuk memperluas wawasan pembaca.
Ciri-cirinya: biasanya terdapat kata “adalah”
dan merupakan informasi.
Contoh Paragraf Eksposisi :
Ciplukan adalah tumbuhan semak yang biasa tumbuh di tanah-tanah kosong yang
tidak terlalu becek dan hanya bisa ditemukan saat musim penghujan. Tumbuhan ini
biasanya mempunyai tinggi antara 30-50 Cm, batangnya berwarna hijau kekuningan, buahnya berbentuk bulat dan berwarna
kuning. Di saat awal
musim kemarau, tumbuhan ini berwarna kuning pucat dan akhirnya mati. Selain mempunyai rasa yang manis, ternyata buah ciplukan menyimpan beberapa
khasiat penting untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Secara umum
ditemukan di daerah pedesaan yang memiliki udara dingin.
3.
Berdasarkan Pola Pengembangannya :
a. Pola umum-khusus
Pola ini diawali dengan
pernyataan yang sifatnya umum dengan ditandai kata banyak, umumnya kemudian
dijelaskan dengan rincian - rincian.
b. Pola khusus-umum
Pola ini merupakan kebalikan dari
pola umum-khusus, yaitu diawali dengan rincian - rincian dan diakhiri
pernyataan yang bersifat umum.
c. Pola definisi luas
Pola ini digunakan sebagai usaha penulis untuk memberkan keterangan atau
arti terhadap sebuah kata atau suatu hal.
d. Pola proses
Pola ini merupakan suatu urutan
dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan atau
menghasilkan sesuatu atau perurutan dari suatu kejadian atau peristiwa.
e. Pola sebab-akibat
Pola ini dilakukan dengan
mencantumkan sebab-sebab suatu hal terjadi dan diikuti dengan akibat yang
ditimbulkan oleh sebab-sebab tersebut.
f. Pola ilustrasi
Pola ini dilakukan ketka
ditemukan sebuah gagasan yang masih terlalu umum sehingga dibutuhkan
ilustrasi-ilustrasi yang bersifat konkret.
g. Pola pertentangan dan perbandingan
Pola pertentangan digunakan ketka
kita membahas suatu persoalan dengan cara mengontraskan dengan masalah lain,
sedangkan pola perbandingan digunakan ketika membahas dua hal atau objek
berdasarkan persamaan dan perbedaan-perbedaannya.
h. Pola analisis
Pola ini digunakan ketika
menjelaskan suatu hal atau gagasan yang sifatnya umum ke dalam
perincian-perincian yang logis dan analitis.
i. Pola klasifikasi
Pola ini digunakan untuk
mengelompokkan hal, peristiwa, atau benda yang dianggap memiliki
kesamaan-kesamaan tertentu.
j. Pola seleksi
Pola ini dilakukan dengan cara
memilih perbagian dengan didasarkan atas fungsi, kondisi, atau bentuknya.
k. Pola titik pandang
Pola ini dilakukan dengan cara
melihat kedudukan pengarang dalam menceritakan atau melihat sesuatu.
l. Pola dramatis
Pola ini dilakukan dengan cara
penceritaan tidak langsung atau melalui dialog-dialog.
m. Analogi
Pola ini dilakukan dengan
membandingkan dua benda yang banyak kesamaan sifatnya.
n. Generalisasi
Pola ini dilakukan dengan cara
menarik sebuah kesimpulan umum dari beberapa data yang dimiliki.
2.11 Syarat Penyusunan Paragraf
Paragraf yang
baik menuntut adanya prisip-prinsip (1) kesatuan, (2) kepaduan, dan (3)
pengembangan. Kesatuan menunjukkan pengertian bahwa kalimat-kalimat yang ada
dalam paragraf mendukung satu tema/pikiran. Kepaduan mengacu kepada hubungan
yang harmonis antarkalimat dalam paragraf, sedangkan pengembangan mengacu
kepada teknik penyusunan gagasan-gagasan dalam paragraf.
1.
Kesatuan
Pembicaraan tentang kesatuan
dalam paragraf menyangkut pembicaraan tentang gagasan utama dan gagasan
tambahan. Keduanya tampak pada
kalimat utama dan kalimat penjelas. Posisi kalimat utama dan dan kalimat
penjelas tidak selalu tetap. Kalimat utama dapat mengambil posisi di awal
paragraf, di akhir paragraf, di awal dan akhir paragraf sekaligus, atau di seluruh
kalimat dalam paragraf.
·
Paragraf Deduktif
Contoh:
Sebagai telah penulis katakan di
depan, sebuah karangan argumentasi dikembangkan dalam dua kemungkinan cara,
yakni cara induktif dan cara deduktif. Cara induktif, pengarang memulai dari suatu kenyataan ke kenyataan lainnya dan mengakhirinya dengan suatu generalisasi. Sebaliknya, cara deduktif akan bermula
dengan satu generalisasi, yaitu satu anggapan umum, lalu mencari bukti-bukti
dan kenyataan-kenyataan untuk membenarkannya. Dalam penulisan dua cara ini
harus dilakukan dengan seimbang dan saling mengisi. Suatu
paragraf dikatakan baik jika memiliki kesatuan dari unsur penyusunnya.
·
Paragraf Induktif
Contoh:
Komunikasi terjadi dengan baik jika kedua belah pihak memerlukan bahasa yang bisa dipakai dan dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi itu dapat disebut bunyi bahasa jika dihasilkan oleh alat bicara manusia. Tanpa bunyi, sendi-sendi dalam masyarakat akan lemah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bunyi bahasa itu sebagai alat pelaksana bahasa.
Komunikasi terjadi dengan baik jika kedua belah pihak memerlukan bahasa yang bisa dipakai dan dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi itu dapat disebut bunyi bahasa jika dihasilkan oleh alat bicara manusia. Tanpa bunyi, sendi-sendi dalam masyarakat akan lemah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bunyi bahasa itu sebagai alat pelaksana bahasa.
·
Paragraf Repetitif
Contoh:
Fonemisasi merupakan prosedur atau cara menemukan fonem-fonem yang ada dalam suatu bahasa. Karena bunyi bahasa banyak sekali jumlahnya, fonemisasi tidak berusaha untuk mencatat semua bunyi yang ditemukan. Tentunya, fonemisasi merupakan prosedur menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan arti.
Fonemisasi merupakan prosedur atau cara menemukan fonem-fonem yang ada dalam suatu bahasa. Karena bunyi bahasa banyak sekali jumlahnya, fonemisasi tidak berusaha untuk mencatat semua bunyi yang ditemukan. Tentunya, fonemisasi merupakan prosedur menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan arti.
·
Paragraf Deskriptif
Contoh:
Pintu jendela dan rumah tetap tertutup. Cahaya lampu tiada tampak. Suasananya sepi. Udara terasa dingin. Kesempatan beristirahat setelah sesiang tadi bekerja keras di sawah, dipergunakan sebaik-baiknya oleh penghuninya.
Pintu jendela dan rumah tetap tertutup. Cahaya lampu tiada tampak. Suasananya sepi. Udara terasa dingin. Kesempatan beristirahat setelah sesiang tadi bekerja keras di sawah, dipergunakan sebaik-baiknya oleh penghuninya.
2.
Kepaduan
Kepaduan sebuah paragraf dapat
didukung oleh beberapa cara: (1) pengulangan kata-kata kunci, (2) pemakaian
kata ganti tertentu, dan (3) pemakaian kata-kata transisi.
·
Pemakaian Kata Kunci
Contoh:
Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya, bunyi-bunyi itu dikelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem. Fonem inilah yang dijadikan objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seluruh bahasa yang bisa dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik. Bunyi-bunyi bahasa yang fungsionallah yang menjadi bagian fonemik
Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya, bunyi-bunyi itu dikelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem. Fonem inilah yang dijadikan objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seluruh bahasa yang bisa dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik. Bunyi-bunyi bahasa yang fungsionallah yang menjadi bagian fonemik
·
Pemakainan Kata Ganti Tertentu
Contoh:
Dialog Utara Selatan tidak dapat dipisahkan dari krisis ekonomi dunia dan juga tidak dapat ditunda untuk memberikan perhatian kepadanya sampai krisis tersebut dipecahkan dan penyembuhan sudah berjalan. Di dalam lampiran, kami membuat usulan untuk menyuntikkan tujuan baru di dalam dialog itu. Inilah suatu urgenisasi yang baru diperoleh. Situasi menyedihkan akan dihadapi negara-negara dan interpedensi yang dramatik antara utara dan selatan di dalam bidang-bidang seperti perdagangan dan keuangan membuatnya menjadi jelas. Akan tetapi, resensi ekonomi global dan kemacetan dialog utara-selatan saling memperkuat satu sama lain, dan dialog menjadi mati dan tidak produktif. Bagaimana lingkaran setan ini bisa dipecahkan?
Dialog Utara Selatan tidak dapat dipisahkan dari krisis ekonomi dunia dan juga tidak dapat ditunda untuk memberikan perhatian kepadanya sampai krisis tersebut dipecahkan dan penyembuhan sudah berjalan. Di dalam lampiran, kami membuat usulan untuk menyuntikkan tujuan baru di dalam dialog itu. Inilah suatu urgenisasi yang baru diperoleh. Situasi menyedihkan akan dihadapi negara-negara dan interpedensi yang dramatik antara utara dan selatan di dalam bidang-bidang seperti perdagangan dan keuangan membuatnya menjadi jelas. Akan tetapi, resensi ekonomi global dan kemacetan dialog utara-selatan saling memperkuat satu sama lain, dan dialog menjadi mati dan tidak produktif. Bagaimana lingkaran setan ini bisa dipecahkan?
·
Pemakaian Kata-Kata Transisi
Agar perpindahan dari kalimat satu ke kalimat berikutnya mengalir dengan
baik, tidak jarang digunakan kata sambung atau konjungsi. Secara umum kata
sambung dibedakan ke dalam beberapa kategori: (1) kata sambung intrakalimat, (2) kata sambung antarkalimat, (3) kata
sambung antarparagraf.
Yang termasuk kata sambung jenis ini adalah dan, atau, yang, tetapi,
sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu,
sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai, jika, kalau,
asal(kan), bila, manakala,
andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya, agar, supaya, biar, biarpun,
meski(pun), sekalipun, walau(pun), sungguhpun, kendati(pun), seolah-olah,
seakan-akan, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, sebab, oleh karena,
(se)hingga, sampai, maka, bahwa, dengan, baik ... maupun ..., demikian ...
sehingga, apakah ... atau ...., entah ..., jangankan ..., .... pun. ....
Kata sambung antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Kata sambung ini selalu mengawali kalimat, penulisannya selalu diawali dengan huruf kapital. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah biarpun demikian, biarpun begitu, sekalipun, begitu, sungguhpun demikian, meskipun begitu, meskipun demikian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya, tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhpun, malah (an), bahkan, akan tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, dan sebelum itu.
Kata sambung antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Kata sambung ini selalu mengawali kalimat, penulisannya selalu diawali dengan huruf kapital. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah biarpun demikian, biarpun begitu, sekalipun, begitu, sungguhpun demikian, meskipun begitu, meskipun demikian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya, tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhpun, malah (an), bahkan, akan tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, dan sebelum itu.
Kata sambung antarparagraf menghubungkan satu paragraf dengan paragraf yang
lain. Kata sambung ini mengawali sebuah paragraf. Hubungan dengan paragraf sebelumnya
berdasarkan makna yan terkandung dalam paragraf sebelumnya. Yang termasuk kata
sambung jenis ini adalah dalam hubungan ini, dalam pada itu, berbeda dengan
itu, adapun,sebagai perbandingan,
dan sebagainya.
Contoh:
Hubungan ini menjelaskan bahwa perencanaan sangat erat hubungannya dengan filsafat yang dianut oleh suatu negara, terutama perencanaan di bidang sosial. Hal ini berlaku pula untuk perencanaan komunikasi. Usaha utama dalam perencanaan komunikasi adalah mengelola proses penyesuaian diri dan berusaha memenuhi kebutuhan (komunikasi) dari sebanyak mungkin pihak, yang seringkali bertentangan dalam sistem dan dalam bidang kepentingannya. Sebagai akibatnya kontrol dan pengorganisasiannya akan meningkat. Hal ini akan memudahkan peramalan tingkah laku sosial, tetapi merupakan bahaya untuk kebebasan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, perencanaan dalam bidang komunikasi perlu diadakan secara terbatas pula.
Hubungan ini menjelaskan bahwa perencanaan sangat erat hubungannya dengan filsafat yang dianut oleh suatu negara, terutama perencanaan di bidang sosial. Hal ini berlaku pula untuk perencanaan komunikasi. Usaha utama dalam perencanaan komunikasi adalah mengelola proses penyesuaian diri dan berusaha memenuhi kebutuhan (komunikasi) dari sebanyak mungkin pihak, yang seringkali bertentangan dalam sistem dan dalam bidang kepentingannya. Sebagai akibatnya kontrol dan pengorganisasiannya akan meningkat. Hal ini akan memudahkan peramalan tingkah laku sosial, tetapi merupakan bahaya untuk kebebasan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, perencanaan dalam bidang komunikasi perlu diadakan secara terbatas pula.
2.12 Pengembangan paragraf
Pengembangan
paragraf adalah rincian gagasan utama paragraf kalimat-kalimat penjelas.
Pengembangan
paragraf mencakup dua hal yaitu :
1.
perincian utama
paragraf secara maksimal ke dalam gagasan bawahan atau kalimat-kalimat penjelas
dan,
2.
penyusunan
gagasan bawahan atau kalimat penjelas tadi ke dalam urutan yang teratur dan
logis.
·
Pengembangan
paragraf itu dapat dilakukan dengan menggunakan :
1.
Metode Contoh ;
2.
Metode Analogi
;
3.
Metode Klimaks
Antiklimaks ;
4.
Metode
Perbandingan Dan Pertentangan ;
5.
Metode
Klasifikasi ;
6.
Metode Kausal ;
7.
Metode Proses ;
8.
Metode Definisi
;
9.
Metode Deduksi
;
10.
Metode Induksi.
1.
Metode contoh
dipergunakan untuk menjelaskan gagasan utama paragraf dengan kalimat-kalimat
penjelas.
Kalimat
penjelas yang berupa contoh :
a.
contoh-contoh
spesifik,
b.
contoh-contoh
seperlunya untuk menunjang suatu kesimpulan,
c.
contoh yang ada
hubungan langsung dengan gagasan utama paragraf.
Sebelas tahun yang lalu di Indonesia mengimporkan gerbong - gerbong kereta
api dari Perancis. Rupanya cukup mentereng, dan sebagian dilengkapi dengan
alat-alat Air Conditioning. Manakah sekarang gerbong - gerbong itu ? sudah
rusak dalam keadaan tak terpelihara, patut dipakai pada trayek-trayek tingkat 3
saja guna mengangkut anak - anak sekolah dan kaum petani dari pedusunan ke
kota.
Sebuah contoh sama sekali tidak
berfungsi untuk membuktikan pendapat seseorang, tetapi dipakai sekedar untuk
menjelaskan maksud penulis.
2.
Metode Analogi
Pengembangan paragraf model ini
diperlukan untuk membandingkan suatu yang sudah dikenal umum dengan gagasan yang
belum dikenal umum.
Contoh:
Pengembangan teknologi sungguh menakjubkan. Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa kerbau. Jakarta – Surabaya telah dapat ditempuh dalam satu hari. Deretan kerbau yang panjang penuh barang dan orang hanya ditarik dengan kekuatan air semata. Jaringan kereta api, telah membelah-belah pulauku, asap yang mewarnai tanah airku, dengan garis hitam semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat. Kekuatan bukan lagi monopoli gajah dan badak tetapi telah diganti dengan benda-benda kecil buatan manusia.
Pengembangan teknologi sungguh menakjubkan. Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa kerbau. Jakarta – Surabaya telah dapat ditempuh dalam satu hari. Deretan kerbau yang panjang penuh barang dan orang hanya ditarik dengan kekuatan air semata. Jaringan kereta api, telah membelah-belah pulauku, asap yang mewarnai tanah airku, dengan garis hitam semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat. Kekuatan bukan lagi monopoli gajah dan badak tetapi telah diganti dengan benda-benda kecil buatan manusia.
3.
Metode klimaks –
antiklimaks
a. Contoh metode klimaks
Pengembangan
komoditas kopi terlihat berbagai instansi yang menangani kegiatan produksi pengolahan,
dan pemasaran. Berbagai kegiatan
pembinaan dalam pengembangan komoditi kopi harus didasarkan pada suatu
kebijaksanaan komoditas yang konsisten dan terpadu. Kebijaksanaan produksi,
pengolahan lahan, dan pemasaran-pemasaran itu harus secara konsisten dan
terpadu membina peranan komoditas kopi dalam pembangunan nasional. Demikian
pula untuk komoditas pertanian yang lain. Inilah yang disebut kebijaksanaan
komoditas terpadu secara vertikal.
b. Contoh Antiklimaks
Studi mengenai pembangunan di pedesaan Indonesia dari dimensi administrasi
pembangunan pada hakikatnya memerlukan studi mengenai tiga perspektif. Pertama,
kita memusatkan perhatian pada keadaan sumber-sumber yang utama di sekeliling
mana penduduk pedesaan harus mengorganisasi eksistensinya, khususnya ciri -
ciri yang terkait dengan masalah-masalah yang berskala nasional. Kedua,
sebaiknya kita mengenal faktor-faktor sosial dan ekonomi yang menstrukturkan
sifat interaksi di antara penduduk
pedesaan, baik selaku pribadi maupun selaku anggota dari kesatuan sosial yang
berbeda. Ketiga, kita memberi perhatian kepada pemerintah ( birokrasi ) baik
sebagai pencerminan dari perspektif yang pertama maupun selaku pelopor
perubahan.
4.
Metode
Perbandingan Pertentangan.
Sesuatu yang akan diperbandingkan perlu diperhatikan untuk melihat segi
kesamaan dan segi pertentangan.
Contoh :
Kata keadilan yang
dikeluarkan jaksa penuntut umum terhadap seorang terdakwa yang tidak bersalah
atau kata keadilan yang dikeluarkan seorang hakim yang menyatakan sesuai dengan
kehendak penguasa atau karena telah menerima suap terlebih dahulu tentulah
berbeda maknanya dari kata keadilan bagi yang terdakwa yang dijatuhi hukuman,
sedangkan dia sama sekali tidak bersalah.
5.
Metode
Klasifikasi
Menjelaskan bagaimana
suatu gagasan ( pokok ) menjadi anggota dari kelas yang lebih besar.
Contoh :
Tiap tahun
industri mobil di seluruh dunia menghasilkan suatu peredaran model yang
berbeda-beda, direncanakan untuk melihat berbagai umur, selera, dan kantong.
Bagi orang-orang yang membutuhkan pengangkutan yang terpercaya dengan biaya
pemakaian yang minimum, tersedia pilihan yang luas atas mobil-mobil kecil atau
sedang. Yang berjarak tempuh jauh dengan bensin yang irit. Bagi kaum muda yang
menginginkan model yang terakhir tersedia pilihan yang luas atas mobil - mobil
sport, dan spesial. Bagi orang “bersifat muda”, orang setengah baya, kaum
menengah yang menginginkan prestise digabungkan dengan gaya, ukuran, dan
keenakan tersedia secara luas mobil - mobil besar lembut, lengkap dengan semua
peralatan tambahan.
Akhirnya, bagi
orang-orang yang benar - benar hanya tersedia kelas mobil pilihan yang tidak
mewah, dibuat menurut selera langganan yang tidak mudah puas. Atas dasar
keempat kategori ini saja, dapatlah dikatakan bahwa industri mobil memperagakan
slogan para pedagang mobil : “ Bayarlah dan ambilah pilihan anda”.
6.
Metode Kausal
Metode ini berfungsi sebagai gagasan paragraf dan akibat sebagai kalimat penjelas. Atau
sebaliknya, akibat dapat berfungsi sebagai gagasan paragraf dan akibat sebagai
kalimat penjelas.
Metode ini dapat :
1.
menentukan
dengan jalan hubungan sebab akibat,
2.
membedakan
sebab sebenarnya dari hal-hal yang sesuai untuk menghasilkan suatu efek.
Contoh: :
Jalan Kebun Jati akhir - akhir ini kembali macet dan semrawut, lebih dari separoh jalan kendaraan kembali tersita oleh kegiatan pedagang kaki lima.. Untuk mengatasinya, pemerintah akan memasang pagar pemisah antara jalan kendaraan dengan trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagi batas pemasangan tenda pedagang kaki lima tempat mereka diizinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan mengingat pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah sangat keterlaluan sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Jalan Kebun Jati akhir - akhir ini kembali macet dan semrawut, lebih dari separoh jalan kendaraan kembali tersita oleh kegiatan pedagang kaki lima.. Untuk mengatasinya, pemerintah akan memasang pagar pemisah antara jalan kendaraan dengan trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagi batas pemasangan tenda pedagang kaki lima tempat mereka diizinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan mengingat pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah sangat keterlaluan sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas.
7.
Metode Proses
Menjelaskan fungsi pokok /
gagasan paragraf. Pengembangan paragaraf
ini yang perlu diperhatikan :
1.
penentuan tahap
dasar suatu rangkaian;
2.
penjelasan
sedetail mungkin sesuai dengan keperluan - keperluan setiap tahap dalam kaitan.
Pengembangan paragraf ini bersifat deskriptif dan bukan argumentatif.
Contoh:
Pembekalan air yang aman merupakan pembiayaan tenaga manusia dan pendapatan di kota-kota modern. Pemurnian air pada dasarnya merupakan proses dua tahap atau tiga tahap yang dilakukan di bawah pengawasan yang ketat oleh ahli-ahli kesehatan dan insinyur. Sebagai langkah pertama air alamiah dari sumber yang paling sedikit keraknya disimpan dalam suatu waduk ( reservoir ) besar, sehingga kebanyakan lumpur, tanah liat, dan pasir terbuang ini disebut pengendapan ( sendimentasi ). Sering dalam air dengan kadar lumpur yang tinggi kapur dan alumunium hidroksida, yang dengan perlakuan-perlakuan membawa bahan-bahan yang masih tersisa, termasuk bakteri - bakteri ke dalam reservoir.
Pembekalan air yang aman merupakan pembiayaan tenaga manusia dan pendapatan di kota-kota modern. Pemurnian air pada dasarnya merupakan proses dua tahap atau tiga tahap yang dilakukan di bawah pengawasan yang ketat oleh ahli-ahli kesehatan dan insinyur. Sebagai langkah pertama air alamiah dari sumber yang paling sedikit keraknya disimpan dalam suatu waduk ( reservoir ) besar, sehingga kebanyakan lumpur, tanah liat, dan pasir terbuang ini disebut pengendapan ( sendimentasi ). Sering dalam air dengan kadar lumpur yang tinggi kapur dan alumunium hidroksida, yang dengan perlakuan-perlakuan membawa bahan-bahan yang masih tersisa, termasuk bakteri - bakteri ke dalam reservoir.
8.
Menjelaskan
hakekat gagasan paragraf.
Hal yang perlu diperhatikan
dalam metode ini :
1.
penempatan pokok
dalam kelas umum lalu menjelaskan perbedaannya dengan anggota kelas lainnya;
2.
penentuan ciri
khas konsep tersebut;
3.
pemberian
definisi terbatas tentang istilah atau konsep itu sesuai dengan keperluan.
Pada dasarnya, paragraf dengan metode ini terdapat pada awal karangan, atau
awal bab yang lebih panjang guna menjelaskan konsep umum
paragraf.
Contoh :
Bahasa pengantar dalam karangan ini adalah bahasa yang digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar oleh guru dan murid di sekolah. Sesuai dengan tujuan
mengajar di sekolah dasar ( SD ), bahasa pengantar dipergunakan untuk
menerangkan dan mengekspresikan serta memahami dan menghayati bahasa pelajaran,
agar murid dapat mencapai tujuan pendidikan, yang memilki pengetahuan,
terampil, dan memiliki nilai dan sikap yang ditentukan dalam kurikulum. Dalam
kegiatan - kegiatan itu bahasa pengantar digunakan baik lisan maupun tulisan.
9.
Metode Deduksi
Menyajikan pernyataan umum sebagai
gagasan dan pernyataan khusus atau kalimat penjelas terlebih dahulu kemudian
diakhiri dengan kenyataan umum adalah induksi. Cara deduksi ini menempatkan
gagasan utama pada awal paragraf, kemudian diikuti dengan rincian - rincian
yang berupa kalimat - kalimat penjelas.
Contoh :
Salah
satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan ini
dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahasa Melayu yang mendasari bahasa
Indonesia telah menjadi lingua franca selama berabad - abad di seluruh tanah
air kita. Hal ini ditunjang oleh faktor tidak terjadinya “persaingan bahasa”,
maksudnya persaingan bahasa daerah dengan bahasa lainnya untuk mencapai
kedudukan sebagai bahasa nasional ( Akhadiah, 1984 : 21 ).
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Paragraf merupakan
sebuah tulisan mini berupa tulisan yang terdiri dari beberapa kalimat yang
disusun secara runtut dan sistematis sehingga hubungan antarkalimat jelas
sehingga menjasi satu kesatuan yang padu dan utuh. Kalimat pada suatu paragraf
yang mengandung ide pokok disebut dengan kalimat utama atau kalimat pokok. Secara umum dalam mengembangkan suatu
paragraf yang pertama harus ditentukan adalah ide pokok kemudian membentuk
kalimat utama dan mengembangkan menjadi suatu paragraf.
Membuat atau menentukan
jenis suatu karangan berdasarkan kalimat utama dibagi lima yaitu paragraf
deduktif (kalimat utamanya di awal paragraf), paragraf induktif (kalimat
utamanya di akhir paragraf), paragraf
campuran (kalimat utamanya ada di awal dan di akhir paragraf), kalimat utama
ada di dalam paragraf, dan kalimat utamanya tersirat dalam paragraf. Jika
kalimat penjelas utama dalam paragraf bersifat langsung disebut kalimat
penjelas mayor dan jika kalimat penjelas
dalam paragraf menjelaskan kalimat penjelas utama disebut dengan kalimat
penjelas minor.
Suatu paragraf
dikatakan baik apabila sudah memenuhi prinsip kesatuan pikiran, prinsip
ketuntasan, dan prinsip keruntutan. Berdasarkan jenisnya paragraf dibagi menjadi paragraf pembuka
(sebagai pengantar), paragraf pengembang (berisi inti atau esensi pokok), dan
paragraf penutup (mengakhiri sebuah karangan). Secara umum suatu karangan
memiliki tujuan tertentu pada setiap paragraf, sehingga berdasarkan tujuannya,
paragraf dibedakan menjadi paragraf narasi (menceritakan), paragraf deskriftif (menggambarkan), paragraf persuasi
(mengajak), paragraf argumentasi (pendapat), dan paragraf eksposisi
(menjelaskan). Berdasarkan pola pengembangan suatu paragraf dibedakan menjadi pola umum-khusus, pola
khusus-umum, pola definisi luas, pola proses, pola sebab-akibat, pola
ilustrasi, pola pertentangan dan perbandingan, pola analisis, pola klasifikasi,
pola seleksi, pola titik pandang, pola dramatis, analogi, dan generalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alex
dan Prof. Achmad H. P. 2011. Bahasa
Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana.
Barus,
Sanggup dkk. 2013. Bahasa Indonesia
Pengembangan Kepribadian. Medan: Unimed.
Hikmat,
Ade dan Nani Solihati. 2013. Bahasa
Indonesia (Untuk Mahasiswa S1 & Pascasarjana, Guru, Dosen, Praktisi, dan
Umum). Jakarta: PT. Grasindo.
Purwandari,
Retno dan Qoni’ah. 2012. Buku Pintar
Bahasa Indonesia untuk Pelajar (SD, SMP, SMA), Mahasiswa, dan Umum.
Yogyakarta: Familia.
Rahardi,
R. Kunjana. 2010. Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta:
Erlangga.